Ekonom Bahana Sekuritas Optimistis Pengesahan UU Cipta Kerja Tak Diikuti PHK Besar-Besaran
Putera Satria Sambijantoro yakin pengesahan RUU omnibus law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang tak diikuti oleh Pemutusan Hubungan Kerja
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro yakin pengesahan RUU omnibus law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang tak diikuti oleh Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) yang meluas.
"Kami optimistis pengesahannya tidak akan diikuti oleh PHK meluas yang dapat menekan pendapatan masyarakat, merugikan konsumsi domestik, dan memperpanjang pemulihan PDB," kata Satria dalam laporannya, Rabu (7/10/2020).
Baca: Fadli Zon: Mohon Maaf, Sebagai Anggota DPR Saya Tidak Dapat Cegah Pengesahan UU Cipta Kerja
Satria menyebut, dalam UU kontroversial itu, perlindungan untuk pekerja tetap utuh, seperti adanya pembayaran pesangon untuk PHK meski terdapat sedikit pengurangan dalam bonus apresiasi.
Baca: Sudah Disahkan, Apakah UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan?
Kemudian, sebagian kecil dari uang kompensasi PHK akan ditanggung oleh program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sebagiannya dibiayai oleh APBN dengan rasio 1:3.
"Skema Upah Minimum Provinsi/Daerah (UMR) akan tetap diberlakukan, dengan besaran gaji yang disesuaikan setiap tahun berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi daerah," ucap Satria.
Satria juga menilai, omnibus law Cipta Kerja dapat menyederhanakan persyaratan yang berlapis dan bertentangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, karena adanya pengambilan keputusan ekonomi yang lebih terpusat.
Hal ini mampu menghilangkan ketidakpastian investasi yang akan membantu menarik investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) dan mendorong pertumbuhan PDB dalam jangka panjang.
Dalam beleid, pejabat pemerintah dapat membuat keputusan strategis melalui sarana online seperti email. Pejabat pemerintah harus membuat keputusan dalam waktu 10 hari setelah setiap permintaan dan dokumen pendukungnya diserahkan.
Di luar batas waktu tersebut, permintaan apa pun secara hukum akan dianggap telah disetujui.
Lalu, status hukum Presiden atas menteri dan pemimpin daerah sekarang meningkat. Peraturan Presiden (Perpres) memiliki keunggulan di atas peraturan menteri atau peraturan provinsi.
"Pemerintah pusat atau menteri juga dapat membatalkan kebijakan dan peraturan Pemda. Gubernur dapat mengesampingkan peraturan daerah yang diberlakukan oleh bupati dan walikota, jika mereka mewakili pemerintah pusat," papar Satria.
Selanjutnya soal pembentukan badan investasi satu atap regional. Pimpinan daerah wajib mendirikan PTSP di tingkat daerah dan yang tidak memberikan layanan penanaman modal akan dikenakan sanksi administratif.
"Sanksi administratif dua kali berturut-turut akan menyebabkan menteri atau pemerintah pusat mengambil alih proses persetujuan investasi," sebut Satria.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ekonom Yakin Pengesahan UU Cipta Kerja Tak Diikuti PHK Besar-Besaran"