Ekonom DBS Sebut Ekonomi di Asia Mulai Stabil, Bagaimana dengan Indonesia?
Selama triwulan II 2020 terjadi kontraksi dan perlambatan ekonomi Indonesia seiring dengan munculnya Covid-19 disusul dengan PSBB di beberapa daerah
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama triwulan kedua 2020 terjadi kontraksi dan perlambatan ekonomi seiring dengan munculnya pandemi Covid-19 disusul dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah pemerintah daerah.
Ini ditandai dengan angka pertumbuhan dan inflasi yang rendah, peningkatan defisit fiskal, angka hutang yang melonjak naik, serta eskalasi geopolitik di berbagai negara.
Seiring dengan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi yang ditandai dengan dijalankannya kembali PSBB pada bulan Agustus lalu, Indonesia kembali mengalami deflasi.
Berdasarkan data dari Bappenas, Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan kedua mengalami kontraksi sebesar -5,32% secara tahunan.
Meskipun demikian, pasar masih optimis akan mengalami pemulihan ekonomi pada triwulan selanjutnya.
Baca juga: IMF Revisi Prediksi Perekonomian RI Jatuh Hingga Minus 1,5 Persen, Tapi Ada Kabar Baiknya Juga
Managing Director and Chief Economist Group Research, DBS Bank, Dr. Taimur Baig mengatakan, sejumlah faktor akan sangat menentukan daya tahan dan kekuatan pemulihan.
Baca juga: IMF: Pandemi Covid-19 Bikin Orang Miskin Makin Miskin, dan yang Kaya Makin Kaya
"Termasuk penyempurnaan siklus perdagangan, fiskal berkelanjutan dan akomodasi moneter, koordinasi regional membuka kembali perjalanan dan pariwisata, dan mempertahankan praktik terbaik dalam pengelolaan pandemi akan menjadi kunci untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan,” ujar Taimur Baig saat webinar DBS eTalk Series yang bertajuk “DBS Macro Economic Insights: Recovering from Covid-19, Kamis (15/10/2020).
Terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden AS yang akan dilaksanakan di bulan November, telah membuat pelaku pasar untuk lebih berhati-hati, mengingat bahwa gejolak di pasar dapat melonjak pasca pemilu.
Hal ini diprediksikan akan menyebabkan permintaan likuiditas lebih besar dalam beberapa minggu.
"Namun demikian, pelaksanaan pilpres AS diperkirakan tidak akan mengubah arah persaingan Tiongkok dan AS, sehingga tetap ada optimisme bahwa gejolak dan ketidakpastian ini akan mereda setelah masa pilpres AS selesai," katanya.
Laju pemulihan ekonomi di tengah pandemi global di beberapa negara, seperti AS, Eropa, dan Jepang, telah terlihat melandai (flattened) setelah terjadi lonjakan tajam di triwulan ketiga.
Prospek perdagangan di Asia juga tampak telah membaik seiring dengan dimulainya kembali rantai perdagangan, yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan permintaan di Tiongkok.
Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi di Asia perlahan telah kembali stabil.
“Meskipun masih banyak tantangan, terdapat tanda-tanda bahwa ekonomi di Asia mulai bangkit kembali yang disebabkan dari berhasilnya pengelolaan pandemi, seperti kembalinya demand di Tiongkok, kebijakan moneter yang akomodatif, serta langkah-langkah fiskal yang besar dan tepat untuk mendukung pulihnya sektor konsumen, bisnis, dan sektor keuangan,” ujar Senior Vice President, Economics & Strategy Research, DBS Bank, Radhika Rao.
Radhika berpendapat, Indonesia masih akan menempuh proses yang panjang dalam hal pengelolaan pandemi dan pemulihan kehidupan masyarakat, serta juga melihat terhadap beberapa faktor lain, seperti dampak pandemi pada ekonomi, pengelolaan dana bantuan, objektivitas Bank Indonesia, Pasar Keuangan, dan faktor risiko lainnya.
PDB negara diperkirakan akan meningkat 5,5% tahun depan, sedangkan defisit fiskal diprediksi akan tetap terkontraksi ke -5,5% dari sebelumnya di angka -6,3%.
Selain itu, beberapa faktor lainnya yang menjadi risiko pemulihan bagi Indonesia adalah penundaan kembalinya aktivitas jika kasus positif Covid-19 tidak kunjung mereda, tingginya partisipasi dari investor asing di pasar utang dalam negeri, kesehatan fiskal dan tingkat hutang publik serta rasio cadangan devisa terhadap pembiayaan eksternal bruto yang relatif lebih kecil bila dibandingkan negara-negara lain di kawasan regional.
Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna mengatakan, Bank DBS Indonesia telah mengadakan kegiatan eTalk Series ini secara rutin sejak bulan April 2020 sebagai upaya untuk dapat tetap berinteraksi dengan nasabah di tengah kondisi pandemi dan sebagai wujud komitmen kami dalam memberikan insight yang relevan terkait situasi ekonomi dan pasar modal terkini, dari kacamata global maupun Indonesia.
"Kami harapkan melalui webinar nasabahdapat memahami situasi ekonomi makro saat ini, dari wawasan yang diberikan oleh Ekonom DBS, sehingga dapat menggali potensi peningkatan usaha dan bisnis, maupun pengembangan portofolio di iklim investasi era baru," kata Paulus Sutisna.