Harga Kedelai Melonjak, SPTI Sebut Ada Potensi Kartel
Tempe dan tahu merupakan makanan pokok bangsa Indonesia yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Hukum Sedulur Pengerajin Tahu Indonesia (SPTI) Fajri Safii menilai, ada potensi kartel yang membuat harga kedelai melonjak 35 persen dari harga sebelumnya.
Menurutnya, harga kedelai sebagai bahan pokok untuk pembuatan tempe dan tahu bisa meruntuhkan sikap nasionalis dan kebanggaan terhadap budaya bangsa.
Itu karena tempe dan tahu merupakan makanan pokok bangsa Indonesia yang menjadi bagian dari budaya bangsa.
“Pemerintah harus turut campur dalam pengendalian harga ini bukan memberi fasilitas impotir untuk melakukan monopoli harga atau kartel,” kata Fajri kepada media, Sabtu (2/1/2021).
Baca juga: Kemendag Pastikan Stok Kedelai untuk Kebutuhan Industri Tahu dan Tempe Cukup
SPTI menduga bahwa Pemerintah seperti tidak mengambil tindakan apapun terhadap kenaikan harga kedelai ini.
Fajri menerangkan bila melihat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Import Kedelai dalam Rangka Stabilitas Harga Kedelai, peraturan ini dianggap menghambat tumbuhnya importir-importir baru.
“Ini menyebabkan importir lama semaunya menetukan harga dan melakukan kesepakatan harga atau kesepakatan pembagian wilayah pemasaran, hal ini jelas bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat,” urainya.
Diketahui, beberapa pekan ini harga kedelai melonjak 35 persen dari harga sebulan sebelumnya, melonjaknya harga hingga Rp9.500-Rp10.000, dari harga sebelumnya dikisaran Rp7.000-Rp7500 per kilonya.
Ini menyebabkan para pengerajin tahu mogok produksi tahu karena tidak sanggup membeli kedelai dengan harga yang sangat mahal.