Pelaku Usaha Minta Mendag Baru Terapkan Tarif Impor untuk Cegah Permainan kuota
Sejak diberlakukan RIPH dan SPI, kuota bawang putih selalu menjadi sasaran pemburu rente dan mafia pangan
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kalangan pelaku usaha meminta Menteri Perdangangan Muhammad Lutfi yang baru saja diangkat Presiden Jokowi segera menetapkan tarif impor baru untuk sejumlah komoditi barang impor demi mencegah permainan kuota.
Permainan kuota impor diyakini menyebabkan harga sejumlah komoditi pangan impor melonjak, seperti terjadi pada harga kedelai.
Mulyadi dari Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN) mengatakan, harga komoditi pangan lain seperti bawang putih hampir setiap tahun juga didera kelangkaan dan fluktuasi harga akibat regulasi non tarif seperti rekomendasi izin impor dari kementerian terkait.
Baca juga: Penjelasan Kemendag soal Harga Tahu dan Tempe yang Melonjak
Dia mengatakan, sejak diberlakukan RIPH dan SPI, kuota bawang putih selalu menjadi sasaran pemburu rente dan mafia pangan.
"Kami menyambut baik pernyataan Mendag Lutfi akan memperlancar arus ekspor impor agar ketersediaan dan harga pangan terjaga," ujarnya dalam keterangan pers tertulis, Selasa (5/1/2021).
Mulyadi menilai, peraturan kuota selama ini menjadi akar masalah kelangkaan pasokan dan harga di dalam negeri.
"Buat apa diberlakukan rekomendasi impor kalau pada akhirnya menjadi permainan para mafia kuota, lebih baik diterapkan tarif, selain negara mendapatkan pemasukan dana juga dapat menghapus praktek pemburu rente," kata dia.
Dia mengatakan, jika untuk setiap kilogram bawang putih impor dipungut tarif 2000 rupiah maka negara akan memperoleh pemasukan satu triliun setiap tahun.
"Ini baru dari satu komoditi belum dari komoditi lainnya," ujarnya.
Baca juga: UU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Dorong Investasi dan Perdagangan Internasional
Umar Anshori dari Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang (FKP3), berharap Mendag baru memberi peluang yang sama kepada swasta terkait soal impor pangan. Jangan lagi ada importasi pangan yang dimonopoli BUMN.
"Karena tidak mungkin swasta dihadap-hadapkan dengan BUMN. Padahal kalau terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pangan yang disalahkan pedagang, seperti kasus gula, garam dan kedelai," ujarnya.
Umar menyatakan, mekanisme impor pangan lebih baik diserahkan ke mekanisme pasar melalui tarifisasi.
"Jadi jelas tidak ada lagi monopoli kuota padahal mereka bukan pedagang atau importir yang sesungguhnya. Apalagi di tengah negara membutuhkan dana besar untuk mengatasi pandemi covid 19 dan krisis ekonomi, pemerintah bisa memberlakukan tarif impor pangan," dia memberi alasan.
Sekjen Kemendag Suhanto mengakui 70 persen kedelai untuk bahan baku tempe tahu masih impor.
Sementara, produksi kedelai lokal hanya memenuhi 30 persen. Sehingga produsen tempe tahu masih mengandalkan kedelai impor.
Mulai 2015 sampai akhir 2020 aturan impor kedelai dibebaskan, dan terbukti sejak periode tersebut tidak ditemui gejolak dan kelangkaan kedelai.