Banggar DPR Minta Pemerintah Siapkan Sektor Andalan Baru Sebagai Bantalan Pertumbuhan Ekonomi
Setelah itu, pemerintah harus kembali ke makanisme defisit APBN tidak boleh melebihi 3% PDB.
Editor: Hasanudin Aco
Sementara target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 sebesar 5,5 % (rendah), 6,1 % (sedang) dan 6,5 % (tinggi).
"Saya kira, asumsi pertumbuhan ekonomi pada rentang 2022-2024 yang dibuat sebelum pandemi Covid-19 ini masih cukup relevan untuk dijadikan acuan, terutama pada range rendah," jelasnya.
Dengan asumsi masih mengandalkan pada tumpuan sektor komoditas.
Terlebih adanya tren penggunaan nikel sebagai komoditas bagi penopang industri otomotif dan elektronik dunia dan program konversi biodiesel yang di topang oleh sawit.
"Jadi, perlu ada proses hilirisasi dari produk produk komoditas, sehingga makin menopang industri pengolahan," terangnya.
Ketua DPP PDIP Bidang Perekonomian ini menjelaskan, dengan asumsi pertumbuhan seperti itu maka investasi harus tumbuh 7,3-80 % tiap tahunya dalam rentang 2020-2024.
Saat ini, posisi Indonesia pada kisaran 5,6 %.
"Share industri pengolahan yang lebih besar 20-21,2 % dalam rentang 2020-2024, dimana proporsi share industri pengolahan ekspor non migas lebih besar daripada migas," jelasnya.
Dari sisi produksi lanjutnya, kontribusi terhadap PDB Nasional masih di topang oleh sektor UMKM (60,3 %) pada tahun 2019.
Namun pada tahun 2020, turun drastis hanya 37,3%.
"Bila kita mendorong target pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun tahun mendatang maka pemulihan sektor UMKM sekaligus transformasi ekonominya menjadi kebutuhan yang sangat mutlak," imbuhnya.
Sebenarnya terang Said, intervensi Banggar DPRRI untuk menolong sektor UMKM akibat dampak pandemi sudah ada.
Hal ini tercermin dari alokasi anggaran program PEN 2020 untuk UMKM sebesar Rp 123,46 triliun.
Namun tampaknya kurang maksimal.