Riset L.E.K. Consulting: Rp 742 Triliun Omzet Ritel FMCG Gerakkan Pertumbuhan Bisnis B2B E-commerce
Beberapa platform B2B telah bermunculan dengan model-model layanan e-commerce dan marketplace, seperti Grab Kios, GudangAda, GoToko, dan lain-lain.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rumitnya lanskap industri ritel fast moving consumer goods (FMCG) di Indonesia mendorong B2B e-commerce tumbuh pesat.
Peluang investasi yang besar telah muncul di sektor yang bernilai sekitar Rp 742 triliun tersebut. Sektor ini mencatatkan CAGR sebesar 7 persen pada periode 2015-2020, menurut konsultan strategi global, L.E.K. Consulting.
Jumlah gerai ritel umum atau general trade (GT) di Indonesia saat ini mencapai sekitar 4 sampai 5 juta unit, terdiri dari gerai-gerai kecil milik keluarga.
Sementara, jumlah gerai ritel modern atau modern trade (MT) mencapai sekitar 35.000 unit, seperti jaringan hypermarket dan pasar swalayan modern.
Para peritel ini bergantung pada rantai pasok yang kompleks, yakni mencakup produsen, distributor, pedagang grosir, dan pedagang semigrosir, untuk memperoleh persediaan barang.
Para pelaku sektor B2B e-commerce tengah mengatasi kerumitan ini, dan menciptakan nilai tambah dengan menyederhanakan jaringan pasokan barang.
Baca juga: Aplikasi Logistik, Solusi Atasi Kendala Rantai Pasok Pedagang Tradisional FMCG saat Pandemi
Lebih lagi, sejumlah aspek penggerak permintaan turut mendukung sektor B2B e-commerce. Pertama, peritel semakin menyadari bahwa teknologi berperan sebagai solusi potensial yang mengatasi banyak kendala.
Baca juga: Tiga Tren Pendukung Akselerasi Pertumbuhan Online Sektor FMCG di Indonesia
Di sisi lain, penetrasi teknologi digital di Indonesia telah melesat dari sekitar 30 perssn pada 2015 menjadi 75 persen di 2020.
Peningkatan mutu infrastruktur seperti logistik, berbarengan dengan maraknya usaha-usaha rintisan seperti Ninja Van, Sicepat Ekspres, dan Tiki, juga merupakan aspek penting yang melengkapi ekosistem B2B e-commerce dengan layanan last-mile delivery.
B2B e-commerce dinilai menjadi pilihan yang jelas untuk memasok kembali persediaan barang-barang (stock replenishment) di masa pandemi.
Beberapa platform B2B telah bermunculan dengan model-model layanan e-commerce dan marketplace, seperti Grab Kios, GudangAda, GoToko, dan lain-lain.
Setiap model layanan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan bagi kalangan operator. Hal tersebut diuraikan secara terperinci dalam laporan L.E.K. Consulting.
Manas Tamotia, Head, Southeast Asia Technology Practice, L.E.K. Consulting mengatakan, GudangAda menjadi marketplace terbesar dalam volume transaksi.
Sedangkan pelaku e-commerce seperti Mitra Tokopedia dan GrabKios memiliki interaksi yang lebih baik pada aplikasi-aplikasinya.
Karena mereka menguasai keahlian multivertical sehingga mampu menawarkan berbagai layanan di luar B2B e-commerce, misalnya, P2P lending, pembayaran tagihan, pengisian pulsa ponsel," ujar Manas Tamotia.
Serupa dengan tren ini, dalam konteks yang lebih luas, kami menyaksikan model marketplace yang sukses berkembang di negara-negara lain seperti Tiongkok dan India dengan volume perdagangan tradisional yang besar.
Para pelaku sektor B2B e-commerce telah membuat terobosan dalam sektor ritel FMCG di Indonesia, dan berbagai peluang untuk menciptakan valuasi bisnis baru telah bermunculan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Analisis yang dapat ditindaklanjuti dari hasil riset L.E.K. Consulting menyajikan konteks penting untuk menjajaki perubahan-perubahan besar di pasar.