Undang BPOM dan Pakar, DPR Bahas Polemik Kandungan Bhispenol A pada Air Minum Kemasan
Bisphenol A (BPA) dinilai memiliki senyawa racun yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan manusia jika digunakan secara terus menerus.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Intinya, kami tidak ingin ada bahaya dalam sirkulasi air, sekaligus juga penting menjaga kesehatan warga lewat apa yang kita konsumsi bersama,” ujarnya dalam keterangan pers, Selasa (6/4/2021).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama ini mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya yakni DPR RI akan koordinasi dengan BPOM.
"Katakan kami lakukan, ada beberapa catatan penting terkait dengan perizinan sekaligus juga mekanisme lain yang terkait. Kami dukung agar BPOM menjalankan regulasi yang tepat,” tegasnya
“Kami akan mendorong BPOM bertindak cepat dan tepat.
Tentu, harus sesuai prosedur hukum, serta koordinasi dengan pihak terkait. Kami juga akan mendengar dari pihak produsen, untuk mengevaluasi kelayakan dan sistem produksi,” katanya.
Sementara itu pemerhati permasalahan sosial kemasyarakatan, doktor sosiologi UI, Imron Rosadi mengatakan, fenomena yang dikhawatirkan sejak lama, tanpa pengawasan institusi yang punya otoritas , BPOM dan lemahnya kontrol sosial masyarakat karena motif-motif ekonomi, background pengetahuan yang awam, dan pola hidup sehat yang masih belum membudaya,” ujarnya.
“Ini sebenarnya langkah terlambat dan akan temui jalan berliku dan tipu-tipu, karena labelisasi bisa diakali dan dibeli, bisa dimodifikasi dengan teknologi canggih. Yang terpenting itu bikin awardness campaign di tingkat lokal, bentuk kader-kader seperti model jumantik yang disupervisi dengan pendampingan dan dukungan capacity building dari pemerintah,” ujarnya.
Di saat yang sama Imron juga mengatakan bahwa DPR RI harus tampil sebagai lembaga pengawas kinerja BPOM, melalui kader dan simpatisan di level bawah melalukan pengawasan ketat berbasis komunitas. “Segera ajukan hak bertanya atau hak penyelidikan sebelum segalanya terlanjur dan merugikan masyarakat,” tegasnya.
“Apalagi dalam kontek kesehatan masyarakat dan isu akuntabilitas pelayanan publik di tengah pandemik covid 19 ini yang bisa jadi isu sensitif,” tandasnya.