Bisnis Garuda Remuk Terimbas Larangan Mudik Lebaran, Hanya 30 Penerbangan Per Hari
Labilitas GIAA per kuartal ketiga 2020 terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai US$ 5,66 miliar dan liabilitas jangka pendek US$ 4,69 miliar.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja bisnis maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk(GIAA) babak belur imbas pandemi Covid-19. Perusahaan pelat merah itu kini tak lagi terbang tinggi dari sisi kinerjanya.
Sebagai perbandingan, tahun 2020 kinerja keuangan GIAA hingga kuartal ketiga tahun 2020 anjlok 67,85 persen menjadi US$ 1,14 miliar, dari sebelumnya US$ 3,54 miliar pada kuartal ketiga 2019. GIAA pun membukukan rugi bersih US$ 1,07 miliar.
Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mendulang laba bersih US$ 122,42 juta.
Per akhir September 2020, GIAA memiliki total liabilitas sebesar US$ 10,36 miliar, naik 177,74% dibandingkan total liabilitas pada periode yang sama tahun 2019 yang sebesar US$ 3,73 miliar.
Labilitas GIAA per kuartal ketiga 2020 terdiri dari liabilitas jangka panjang senilai US$ 5,66 miliar dan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 4,69 miliar.
Baca juga: Garuda Indonesia Terlilit Utang Rp70 Triliun, Begini Kondisinya
Hingga tutup tahun, GIAA belum juga merilis laporan keuangannya. Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra enggan berkomentar banyak mengenai hal tersebut. "Saat ini kami belum ada komentar. Kami sedang fokus menangani pensiun dini para karyawan yang merupakan satu bangsa," ucap Irfan, Minggu (23/5/2021).
Baca juga: Tanggapan Garuda Terkait Transaksi Afiliasi Saham oleh CT Corp
Ia juga menanggapi adanya isu terkait pesawat Garuda yang saat ini hanya tinggal 40 pesawat dari 140 pesawat. Menurutnya, hal itu belum dapat dikomentari.
"Biarkan kami dan tim fokus dulu untuk menangani program pensiun dini ini, yang dimana para karyawan kami ini merupakan satu bangsa," kata Irfan.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pilot Garuda (APG), Kapten Muzaeni memberikan gambaran mengenai kondisi maskapai selama pandemi covid-19.
Delapan bulan awal pandemi (Maret-Oktober 2020) merupakan masa yang sangat sulit bagi industri penerbangan seiring dengan jumlah penumpang yang anjlok drastis.
Meski masih jauh dari level normal, jumlah penumpang mulai merangkak naik pada November 2020 dan dua pekan awal Desember 2020. Jumlah penumpang kembali merosot pada masa Januari-Maret 2021 lantaran merupakan masa isian rendah (low season) bagi industri penerbangan.
Pada bulan April, jumlah penumpang meningkat cukup pesat.
Tapi, kekhawatiran atas gelombang pandemi covid-19 kembali melanda, terutama karena melonjaknya kasus di India.
Baca juga: Penjelasan Dirut Garuda Terkait Penawaran Program Pensiun Dini kepada Karyawan
"Jungkir balik pelaku industri penerbangan untuk mendapatkan pemasukan," ujar Muzaeni.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.