Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kebijakan Transparansi Perpajakan Era Pemerintahan Sukarno Hingga Jokowi Sudah Satu Tarikan Nafas

Pada tahun 2001 penerimaan pajak mengalami surplus Rp1,7 triliun, dan tahun 2002 kembali surplus, serta membukukan penerimaan pajak lebih dari Rp180

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Kebijakan Transparansi Perpajakan Era Pemerintahan Sukarno Hingga Jokowi Sudah Satu Tarikan Nafas
Ist
Megawati Soekarnoputri dalam Webinar bertema “Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia”, Jumat (28/5/2021). Acara diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan. 

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Di tengah pembicaraan hangat soal reformasi sistem perpajakan, Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri mengingatkan agar optimalisasi penerimaan negara bisa dilaksanakan dengan memperkuat program Single Identification Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal Perpajakan yang pernah berhasil saat di era pemerintahannya.

Manfaat kebijakan tersebut terbukti pada zaman pemerintahannya. Megawati mencatat bahwa pada tahun 2001 sampai 2004, target penerimaan pajak tercapai dan rasio pajak 12,3%.

"Pada tahun 2001 penerimaan pajak mengalami surplus Rp1,7 triliun, dan tahun 2002 kembali surplus, serta membukukan penerimaan pajak lebih dari Rp180 triliun. Bahkan pada tahun 2002 dan 2003, penerimaan pajak mampu menutupi pengeluaran rutin negara," kata Megawati.

Hal itu disampaikannya dalam Webinar bertema “Optimalisasi Penerimaan Pajak Melalui Penerapan SIN Pajak Demi Kemandirian Fiskal Indonesia”, Jumat (28/5/2021). Acara diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan.

Selain Megawati, pembicara lainnya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Mantan Dirjen Perpajakan Hadi Purnomo, dan Ketua Program Studi Magister dan Doktor UPH Associate Prof.Henry Soelistyo Budi.

Hadir di acara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala BPK Agung Firman Sampurna, Menkominfo Johnny Plate, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Anggota Komisi XI DPR M.Misbakhun.

Megawati lalu menjelaskan soal bagaimana dasar filosofis dari program itu. Awalnya adalah perspektif ideologis Bung Karno yang menegaskan jalan Trisakti. Yaitu berdaulat di bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) di bidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

Berita Rekomendasi

Dalam konteks itu, sektor keuangan dilihat sebagai merupakan pilar penting bagi Indonesia yang berdaulat dan sekaligus berdiri di atas kaki sendiri.

Megawati mengaku saat dirinya presiden, situasi tak mudah. Dia harus bekerja membangun kedaulatan perekonomian Indonesia di tengah berbagai krisis multidimensi pada saat itu.

Alhamdulillah, kata Megawati, tugas menyelesaikan krisis moneter dan krisis ekonomi sebagai akar persoalan krisis politik dan sosial yang terjadi dapat diselesaikan.

Baca juga: Ekonom Sarankan Evaluasi Insentif Perpajakan, Bukan Menaikkan PPN

"Bayangkan, lebih dari 300 ribu kasus kredit macet dapat diselesaikan sesuai dengan perintah TAP MPR pada saat itu," kata Megawati.

Nah, di tengah proses itu, dirinya lalu menyentuh soal reformasi perpajakan. Megawati mengaku beruntung bisa bertemu sosok Hadi Purnomo, yang waktu itu adalah Dirjen Pajak.

Menurut Megawati, Hadi adalah sosok teknokrat, sangat memahami kebijakan fiskal melalui reformasi perpajakan. Yang bersangkutan juga sekaligus menghadirkan sistem perpajakan sebagai sebuah instrumen keadilan sosial.

Bersama Hadi, Megawati lalu bisa memahami pentingnya SIN Pajak. Semangatnya adalah konsep transparansi perpajakan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas