Kementerian PUPR Terapkan Sistem Manajemen Anti Penyuapan untuk Cegah Pelanggaran dan Korupsi
Kementerian PUPR mendapatkan alokasi anggaran APBN pasca refocusing sebesar Rp.131,81 triliun untuk belanja modal, barang dan pegawai.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian PUPR selama ini menjadi salah satu kementerian dengan alokasi anggaran terbesar tiap tahunnya mengingat perannya sebagai ujung tombak pembangunan infrastruktur nasional.
Di 2021 ini, Kementerian PUPR mendapatkan alokasi anggaran APBN pasca refocusing sebesar Rp.131,81 triliun yang dialokasikan untuk belanja modal, barang dan pegawai.
Dengan alokasi anggaran Rp. 107,6 triliun atau sebesar 71,83 % dibelanjakan untuk belanja non-operasional yang penggunaannya melalui proses kontraktual pengadaan barang/jasa.
Pemilihan penyedia yang handal dan akuntabel sangat diperlukan untuk menjamin mutu pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan pelayanan publik dan juga mengembangkan perekonomian nasional dan daerah.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) juga menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa harus memberikan nilai manfaat yang sebesar-besarnya kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, serta pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Menteri Basuki Minta Dukungan KPK Cegah Praktik Korupsi di Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi
Dalam meningkatkan kualitas Pemilihan Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi, dilakukan restrukturisasi kelembagaan pengadaaan barang/jasa di lingkungan Kementerian PUPR dengan dibentuknya Direktorat Pengadaan Jasa Konstruksi sebagai Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) yang berada di 34 Provinsi di Indonesia.
Baca juga: Kementerian PUPR Bangun Saluran Pengendali Banjir KEK Mandalika Senilai Rp 28 Miliar
Komitmen ini merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme pengadaan barang/jasa.
Sehingga kementerian ini dapat memaksimalkan waktu, biaya, dan kualitas pekerjaan konstruksi yang bertujuan untuk mendukung kelancaran Pembangunan Infrastruktur.
Baca juga: Menteri PUPR Usul Pagu Anggaran Infrastruktur Tahun 2022 Rp 100,4 Triliun
Dalam pelaksanaannya, proses Pengadaan barang/jasa harus mengikuti prinsip-prinsip pengadaan, yaitu: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
Pembentukan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) di Kementerian PUPR pada tahun 2019 yang merupakan amanat Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Kepmen PUPR Nomor 288/KPTS/M/2019.
Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi diharapkan dapat menjadi agen pengadaan Kementerian PUPR yang selalu memegang teguh prinsip-prinsip pengadaan, sehingga dapat dipercaya oleh seluruh masyarakat jasa konstruksi.
Setiap tahunnya, percepatan pengadaan barang/jasa atau lelang dini dimulai sejak Oktober. Kementerian PUPR telah memulai proses tender dini untuk percepatan realisasi pelaksanaan kegiatan infrastruktur, dengan harapan pada awal tahun sekitar 40% hingga 50% diantaranya sudah terkontrak.
Proses lelang tersebut dilakukan pada masing-masing Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) yang tersebar pada 34 provinsi di Indonesia.
Pada awal 2021, lelang dini yang dilakukan Kementerian PUPR yaitu sebanyak 5.074 paket senilai Rp.58,6 triliun, dilanjutkan dengan penetapan 1.808 paket sebesar Rp 14 triliun di awal tahun.
“Pelaksanaan pengadaan barang/jasa merupakan siklus penting dalam keseluruhan siklus penyelenggaraan konstruksi. Pengadaan barang/jasa idealnya bertujuan untuk menjamin efisiensi, transparansi, dan keadilan dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah.” ungkap Plt. Direktur Jenderal Bina Konstruksi Trisasongko Widianto, Selasa (15/6/2012).
Trisasongko Widianto menjelaskan, pengadaan barang/jasa merupakan kunci penting untuk menentukan kualitas dari Pembangunan Infrastruktur.
Hal tersebut mengingat pada tahapan inilah pengguna jasa mencari penyedia jasa yang berkualitas dan dapat memberikan value for money terbaik dalam membangun/memelihara suatu infrastruktur.
Pemilihan penyedia yang handal dan akuntabel sangat diperlukan untuk menjamin mutu pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan pelayanan publik dan juga mengembangkan perekonomian nasional dan daerah.