Program Kartu Prakerja Atasi Tiga Masalah Utama Ketenagakerjaan Indonesia
Persoalan mismatch di dunia kerja tak hanya mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran karena minimnya kualifikasi pencari kerja.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi ketenagakerjaan Indonesia sebelum masa pandemi Covid-19 ditandai dengan tiga hal yang sangat menonjol yakni rendahnya produktivitas kerja, minimnya daya saing tenaga kerja serta tingginya skill gap atau mismatch antara supply dan demand tenaga kerja.
Kondisi ini semakin diperparah dengan dampak pandemi Covid-19 pada dunia usaha, yang mengakibatkan terjadi pemutusan hubungan kerja sehingga jumlah pengangguran meningkat.
Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Kemitraan, Komunikasi, dan Pengembangan Ekosistem Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Sumarna F. Abdurahman dalam Seri Diskusi ‘Bicara Prakerja’ bertema ‘Job, Skills and Trainings Prakerja’ di Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta, akhir pekan ini.
Tampil satu forum bersama Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS Prof. Dr. Izza Mahrufah serta Vice President Director PT Qerja Manfaat Bangsa Reynata, Sumarna menjelaskan bahwa kehadiran Program Kartu Prakerja bukan sebuah hal yang mendadak, namun merupakan desain besar pemerintah untuk merespon masalah mismatch di dunia ketenagakerjaan sejak era 1990-an.
Kesenjangan besar antara pasokan tenaga kerja lulusan pendidikan pelatihan dengan permintaan industri di pasar kerja.
Bank Dunia tahun 2018 mengeluarkan Critical Occupation List (COL) atau Daftar Pekerjaan Kritis di Indonesia, yakni profesi yang banyak dibutuhkan di pasar kerja namun kurang keterisian tenaga kerja berkualitas di posisi itu.
Kemudian pada bulan Mei 2021, Bank Dunia mengeluarkan hasil survei sebagai kelanjutan dari COL yang berjudul ‘Indonesia’s Occupational Tasks and Skills’ 2020 (Indotask 2020) yang menyatakan bahwa sampai tiga tahun ke depan Indonesia membutuhkan tenaga kerja kompeten pada 51 jenis okupasi atau jabatan kerja.
"Dunia usaha masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja tersebut. Selain jumlahnya terbatas, juga kompetensinya tidak sesuai dengan yang disyaratkan oleh tempat kerja," papar Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) 2014-2018 itu.
Sumarna menambahkan, persoalan mismatch di dunia kerja tak hanya mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran karena minimnya kualifikasi pencari kerja, tapi juga berdampak negatif pada industri.
Baca juga: Menko Airlangga Apresiasi Kemauan Belajar dan Adaptasi Alumni Kartu Prakerja di Masa Pandemi
'Di era kompetisi global seperti ini, mereka sangat dirugikan karena gagal memperoleh tenaga kerja yang berkompeten. Akibatnya, produktivitas dan daya saing industri kita pun jadi sangat rendah," ungkapnya.
Dalam konteks inilah, Sesuai Perpres No. 36 Tahun 2020, Program Kartu Prakerja hadir melalui lebih dari 1.500 pelatihan yang diselenggarakan 179 lembaga pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, daya saing dan produktivitas angkatan kerja, serta memenuhi kebutuhan pasar kerja.
Terkait 51 jenis pekerjaan kritis yang dibutuhkan pasar kerja, Sumarna mengkategorikannya dalam tiga sektor industri utama yang sangat membutuhkan pasokan sumber daya manusia berkualitas namun kesulitan mendapatkannya.
Pertama, Sektor Perdagangan.
"Dari level manajerial, seperti Manajer Penjualan dan Pemasaran, Manajer Pengadaan, Distribusi, Profesional Periklanan dan Pemasaran, hingga level operator seperti Agen Kliring dan Pengiriman, semua masih membutuhkan tenaga kerja kompeten di posisi itu," urainya.