Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Utang Krakatau Steel Disebut Karena Korupsi di Masa Lalu, Ini Pernyataan Dirut Silmy Karim

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut adanya dugaan korupsi di dalam perusahaan pelat merah

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Utang Krakatau Steel Disebut Karena Korupsi di Masa Lalu, Ini Pernyataan Dirut Silmy Karim
Sekretariat Presiden
Ilustrasi: Presiden Jokowi meresmikan pabrik pengerolan baja lembaran panas/Hot Strip Mill 2 (HSM 2) PT Krakatau Steel di Cilegon, Banten, Selasa (21/9/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut adanya dugaan korupsi di dalam perusahaan pelat merah yang bergerak di industri baja, yakni Krakatau Steel.

Erick menjelaskan, dugaan korupsi tersebut berasal dari adanya proyek mangkrak yang nilai investasinya 850 juta dolar Amerika Serikat (AS).

Jika dikonversi ke dalam Rupiah, nilai tersebut setara dengan Rp12 triliun (asumsi kurs Rp14.300 per dolar AS).

"Dia (Krakatau Steel) punya utang 2 miliar dolar AS, salah satunya investasi 850 juta dolar AS kepada proyek blast furnace (peleburan tanur tinggi), ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi," kata Erick secara virtual, Selasa (28/9/2021).

Adanya ucapan yang dilontarkan Erick Thohir, Direktur Utama Krakatau Steel yakni Silmy Karim langsung membuka suara.

Baca juga: Disinggung Menteri BUMN Ada Dugaan Korupsi, Krakatau Steel: Jadi Perhatian Manajemen

Dirinya mengungkapkan, Perseroan terus melakukan pembenahan.

Berita Rekomendasi

Silmy melanjutkan, proses untuk membenahi Krakatau Steel merupakan usaha bersama dan membutuhkan waktu setidaknya tiga tahun untuk melihat hasilnya.

Diketahui, tren meningkatnya utang dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018.

Akumulasi utang Krakatau Steel mencapai Rp31 triliun yang disebabkan beberapa hal salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.

Baca juga: Kinerja Krakatau Steel Makin Positif, Per Juli 2021 Raih Laba Bersih Rp 609 Miliar

“Proyek Blast Furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018,” ujar Silmy, Selasa (28/9/2021).

“Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif,” sambungnya.

Seiring berjalannya waktu, manajemen baru Krakatau Steel berhasil melakukan restrukturisasi utang pada bulan Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.

Baca juga: Subholding Krakatau Steel Diresmikan Menteri BUMN, Ini Target Bisnisnya

Silmy melanjutkan, saat ini Krakatau Steel sudah memiliki dua calon mitra strategis, bahkan satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel.

Satu mitra lagi sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal Blast Furnace. Artinya sudah ada solusi atas proyek Blast Furnace.

“Kaitan adanya indikasi penyimpangan atau korupsi di masa lalu tentu menjadi perhatian manajemen,” papar Silmy.

“Fokus saya ketika bergabung adalah mencarikan solusi dan melihat ke depan agar Krakatau Steel bisa selamat terlebih dahulu,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas