Ekonom Pertanyakan Pengesahan UU HPP, Bisa Picu Masalah Baru Terkait Tax Amnesty
Pengesahan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai menimbulkan sejumlah masalah baru
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dinilai menimbulkan sejumlah masalah baru, satu di antaranya tax amnesty jilid II atau pengampunan pajak.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, tax amnesty di 2022 dengan tarif rendah bisa menurunkan kepercayaan wajib pajak.
"Kalau dendanya kecil, ya akhirnya jadi insentif untuk ikut tax amnesty lagi. Jadi, tax amnesty adalah insentif untuk tidak taat pajak," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (8/10/2021).
Baca juga: Legislator PKS Minta Pembahasan Tax Amnesty Jilid II dalam RUU HPP yang Bakal Disahkan, Tak Dikebut
Karena itu, Bhima menyesalkan tax amnesty jilid II tetap masuk dalam UU HPP karena merupakan sebuah langkah mundur dalam peningkatan kepatuhan pajak.
Baca juga: Mulai 1 Januari 2022 Pemerintah Siapkan Tax Amnesty Jilid II
"Bukannya dorong kepatuhan pajak, tapi justru memberikan ruang bagi wajib pajak yang sudah diberi kesempatan tax amnesty 2016 lalu. Waktu itu ada juga yang tidak ikut dan akhirnya didorong ikut tax amnesty lagi," katanya.
Baca juga: Sri Mulyani Jelaskan Isu Pemilik NIK Wajib Bayar Pajak
Dia menambahkan, yang terjadi justru ada penurunan kepercayaan terhadap pemerintah karena tax amnesty ternyata berulang lagi.
"Tidak sesuai dengan komitmen tax amnesty di 2016 lalu bahwa setelahnya adalah rezim penegakan hukum perpajakan. Banyak yang berasumsi kalau ada tax amnesty jilid II, kenapa tidak mungkin ada tax amnesty jilid III? Akibatnya tax amnesty akan dijadikan peluang bagi pengemplang pajak," pungkas Bhima.