Pengamat: Optimalkan Renegosiasi dengan Kreditur untuk Selamatkan Garuda, Pelita Air Opsi Terakhir
Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia masih belum beranjak pulih dari kinerja keuangannya yang sakit-sakitan.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia (kode saham: GIAA) masih belum beranjak pulih dari kinerja keuangannya yang sakit-sakitan.
Sebelumnya Wakil Menteri Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, untuk mencapai pulihnya kinerja keuangan Garuda Indonesia hanya membutuhkan 1 kunci utama.
Yaitu melakukan negosiasi secara komprehensif dan mendapatkan persetujuan terkait negosiasi utang dengan para kreditur dan lessor Garuda Indonesia.
Untuk lessor sendiri, maskapai berkode saham GIAA ini memiliki kerjasama dengan 32 lessor.
Dan dari beberapa lessor tersebut, Garuda Indonesia harus membayar harga sewa yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan harga sewa pesawat pada umumnya.
Hal itulah yang membuat neraca keuangan GIAA tidak sehat.
Baca juga: Garuda Ajak Lessor dan Kreditur Tinjau Skema Restrukturisasi
Bahkan Kementerian BUMN mengatakan, secara teknis sebenarnya Garuda Indonesia sudah dalam posisi bangkrut, karena ekuitas Garuda Indonesia dalam keadaan negatif.
Pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Toto Pranoto mengatakan, skema pemulihan GIAA menggunakan cara restrukturisasi dan renegosiasi kepada lessor dan kreditur adalah opsi terbaik untuk saat ini.
Baca juga: Wamen BUMN: Kinerja dan Arus Kas Garuda Indonesia Tak Bisa Diprediksi
Sehingga, upaya tersebut harus dilakukan secara optimal agar neraca keuangan Perseroan dapat kembali sehat.
Namun, jika upaya tersebut gagal, Perseroan bersama Kementerian BUMN harus mampu mencari solusi lain.
Toto juga tidak menutup kemungkinan, apabila terdapat wacana Pelita Air Service yang menggantikan posisi Garuda Indonesia sebagai national flight carrier.
"Jadi skenario penyelamatan GIAA melalui serangkaian langkah restrukturisasi dan renegosiasi dengan kreditur dan lessor pesawat harus dilakukan secara optimal," ungkap Toto kepada Tribunnews belum lama ini.
"Opsi lainnya bisa dicoba apabila langkah di atas (restrukturisasi dan renegosiasi sudah menemui jalan buntu, termasuk mengajukan opsi lain. Misalnya dengan rencana me-utilisasi Pelita Air Service sebagai regular airlines," sambungnya.
Terkait Pelita Air Service, Toto kembali memperingatkan, bahwa opsi tersebut merupakan opsi terakhir. Apabila seluruh upaya yang dilakukan Kementerian BUMN dalam menyehatkan keuangan Garuda Indonesia tidak berhasil.
Seperti diketahui, terdapat wacana Pelita Air Service bakal menggantikan keberadaan Garuda Indonesia sebagai maskapai pelat merah.
Bahkan, Kementerian Perhubungan juga telah mempersiapkan izin usaha penerbangan berjadwal kepada Pelita Air Service.
'Pelita Air Service menjadi opsi akhir apabila program penyelamatan Garuda menghadapi jalan buntu," ungkap Toto.
"Tentu tidak mudah dan perlu waktu merubah Pelita Air Service sebagai charter airlines, menjadi regular airlines dengan pelayanan full service. Apalagi masuk dalam jajaran elit airlines seperti network Sky Team seperti sekarang dijalankan GIAA," pungkasnya.