Polemik Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Apindo Tuding Multitafsir hingga Investor Asing Khawatir
Hariyadi Sukamdani mengatakan, keputusan ini membawa persepsi negatif terhadap konsistensi pelaku usaha dalam upaya membawa ekonomi lebih maju
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan putusan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) membingungkan.
Hariyadi Sukamdani mengatakan, keputusan ini membawa persepsi negatif terhadap konsistensi pelaku usaha dalam melakukan upaya membawa ekonomi lebih maju dan utamanya semangat menciptakan lapangan kerja.
"Setelah mengikuti seharian putusan MK sampai pagi ini menurut kami multitafsir. Menurut saya ini hal yang serius karena dimaknai oleh beberapa pendapat yang muncul salah satunya menyampaikan kalau MK memutuskan UU tersebut cacat formil bagaimana isinya tidak cacat," ucap Hariyadi dalam pernyataannya, Jumat (26/11/2021).
Apindo juga mencermati bahwa ada pandangan yang perlu diperbaiki hanya persyaratan pembentukan UU Cipta Kerja tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Di lapangan yang kami khawatirkan gerakan dari rekan-rekan buruh bahwa ini semua (UU Cipta Kerja) harus diubah karena sudah tidak sesuai dengan keputusan MK. Hal ini menurut pandangan kami sangat mengkhawatirkan," urai Hariyadi.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menyatakan UU no 11 tahun 2020 atau UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga: UU Cipta Kerja Dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat, Beri Efek Negatif ke Investor Asing
"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman, Kamis (25/11/2021).
MK pun memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.
"Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Anwar.
Anwar juga mengatakan bahwa jika tak dilakukan perbaikan, maka materi muatan atau pasal UU yang dicabut UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali.
"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ucap Anwar.
Dalam putusan ini, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion. Keempatnya yaitu Anwar Usman, Daniel Yusmic, Arief Hidayat, dan Manahan M.P Sitompul.
Putusan MK ini merujuk pada uji formil yang diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Adapun uji formil tersebut tercatat dalam 91/PUU-XVIII/2020.