Anies Baswedan Revisi UMP DKI Jakarta, Apindo Singgung Kepentingan Jelang Pilpres 2024
Asosiasi pengusaha bahkan menyindir adanya dugaan kepentingan politik di balik revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022.
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi dan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 sebesar 5,1 persen atau naik Rp 225.667 menjadi Rp 4.641.854.
Kenaikan UMP DKI Jakarta ini lebih besar dari sebelumnya yang hanya sekitar 0,85 persen atau sebesar Rp 37.749.
Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyatakan keberatan atas kenaikan upah minimum di Ibu Kota pada 2022 yang terbaru.
Asosiasi pengusaha bahkan menyindir adanya dugaan kepentingan politik di balik revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022.
"Apakah revisi ini ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik? Oh jelas. Itu jelas," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz dikutip dari Kompas.com, Selasa (21/12/2021).
Terlebih, lanjut Adi, Anies Baswedan beberapa waktu sebelumnya menyurati Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar mengubah formulasi perhitungan upah minimum DKI Jakarta.
Baca juga: Anies Baswedan Revisi dan Naikkan UMP, Pengusaha Khawatir Daerah Lain Tiru Jakarta
"Padahal tidak ada korelasinya. Kalau mau minta perbaikan formula itu karena itu PP yang ditanda tangani Presiden, langsung saja ke Pak Presiden, kira-kira begitu," katanya.
Adi menilai dampak revisi UMP DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau naik Rp 225.667 dari UMP 2021, sangat membingungkan kalangan pengusaha.
Pasalnya, masih menurut dia, hitungan rencana bisnis akan jadi tidak karuan karena kebijakan yang berubah-ubah.
"Investor dan kami sebagai pelaku usaha itu satu kata kuncinya, kepastian hukum dari pemerintah. Kepastian itu tidak berubah-ubah, maksudnya. Lha ini Pak Anies berubah-ubah," katanya.
Adi mengatakan mekanisme penentuan upah minimum provinsi harus dilakukan melalui mekanisme tripartit yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja yang di dalamnya ada unsur akademisi dan pakar.
Kalangan pengusaha pun, lanjut dia, hanya akan menerima penetapan UMP sebelum revisi karena ditetapkan melalui mekanisme yang sesuai aturan.
"Penetapan UMP pertama yang deadline sebelum 21 November itu sudah melalui mekanisme yang ada. Pas, sah, kami bisa terima. Tapi kok ada jilid kedua. Jangan-jangan nanti mendekati 2024 ada jilid 10 mungkin. Itu yang kami khawatirkan, kan tidak karu-karuan. Yang kami persoalkan adalah mekanisme yang tidak benar dilakukan Pak Anies," katanya.
Baca juga: Revisi UMP Naik Jadi 5,1 Persen, Gubernur Anies Ingatkan Pengusaha Agar Objektif
Kepentingan Jelang Pilpres?