Kebutuhan Batubara PLN Tak Ada Seperempatnya Produksi Nasional, Tetapi Kenapa Tiap Tahun Bermasalah?
Biang krisis energi yang terjadi pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akhirnya terungkap.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Biang krisis energi yang terjadi pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akhirnya terungkap.
Adanya permainan antara anak usaha PLN yaitu PT PLN Batubara dalam pengadaan pasokan batubara menjadi penyebabnya.
PLN Batubara membeli bahan bakar utama pembangkit listrik tersebut melalui makelar tidak langsung ke produsen langsung, sehingga sangat rentan permasalahan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir turut menyoroti masalah kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batubara ini, sehingga menyebabkan PLN sempat kesulitan mendapatkan pasokan komoditas tersebut.
Baca juga: Beli Batubara Lewat Makelar, Pemerintah Bakal Bubarkan PLN Batubara, Ini Pernyataan Dirut PLN
Erick mengaku cukup heran masalah pemenuhan batubara di dalam negeri kerap terjadi setiap tahun.
Padahal, Indonesia merupakan salah satu produsen batubara terbesar di dunia yang mencapai kisaran 600 juta ton per tahun, sementara kebutuhan batubara untuk pembangkit PLN sekitar 120 juta ton.
"Selisih angkanya cukup jauh, tapi ternyata krisis batubara tetap terjadi," imbuh dia ketika ditemui Kontan, Selasa (11/1) malam.
Baca juga: Ekspor Dibuka, Harga Batubara Tetap Panas 200 Dolar AS/Metrik Ton, Berikut Negara-negara Pengimpor
Sejak lama, Kementerian BUMN telah menggelar rapat dengan kementerian lain, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga Kejaksaan Agung RI untuk membahas penyelesaian masalah kebijakan DMO batubara secara menyeluruh.
Salah satu evaluasi pemerintah adalah PLN harusnya berani mengambil kontrak pengadaan batubara secara jangka panjang dengan harga sesuai DMO.
Kontrak jangka panjang tersebut juga tetap memungkinkan adanya perubahan atau revisi harga pembelian batubara di tengah jalan sesuai kondisi pasar.
Lebih lanjut, PLN harus mengikat kontrak dengan produsen batubara atau trader batubara yang mempunyai tambang batubara.
Baca juga: Pemerintah Diminta Tak Hapus DMO Batubara untuk PLN
"Tidak bisa hanya kontrak dengan perusahaan yang murni trading company yang tidak punya apa-apa karena risikonya tinggi," ujar Erick.
Terkait rencana perubahan mekanisme kebijakan DMO batubara di tahun 2022, Erick bilang bahwa hal tersebut menjadi tupoksi Kementerian ESDM secara teknis.
Yang jelas, perbaikan terhadap kebijakan tersebut memang harus dilakukan.
Ia pun turut mengakui adanya kelengahan di pihak PLN yang mengakibatkan perusahaan tersebut mengalami krisis pengadaan batubara untuk pembangkit listriknya sendiri.
"Itulah mengapa saya ambil tindakan tegas untuk melepas salah satu direksi PLN yang berada di situ," jelas dia.
Baca juga: Pimpinan DPR Sebut Larangan Ekspor Batubara Harus Bersifat Permanen
Dalam berita sebelumnya, Menteri BUMN mencopot Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo pada pekan lalu dan menggantinya dengan Hartanto Wibowo.
Skema Pasokan Batubara
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan komitmen untuk memperbaiki skema pasokan batubara untuk pembangkit ke depannya.
Darmawan menjelaskan, untuk jangka pendek saat ini pihaknya terus berupaya mengamankan pasokan batubara hingga akhir bulan ini.
Berdasarkan arahan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), stok batubara untuk pembangkit harus mencapai minimal 15 hari operasional (HOP).
"Saat ini mendekati 7 sampai 9 hari dan meningkat terus ke depan. Kemudian beberapa PLTU yang jauh dari sumber tambang HOP-nya minimal 20 HOP," ujar Darmawan dalam diskusi Economic Challenges, Selasa (11/1/2022).
Darmawan melanjutkan, untuk jangka panjang, Kementerian ESDM telah merencanakan perubahan evaluasi Domestic Market Obligation (DMO) bakal dilakukan sebulan sekali. Skema ini dinilai akan berdampak positif pasalnya kesinambungan pasokan bakal terjamin.
Darmawan pun memastikan pihaknya juga melakukan penguatan manajemen secara internal. PLN siap menguatkan sistem digital serta mengoptimalkan monitoring lapangan.
"Langkah-langkah perbaikan kita ambil dan ini juga kesempatan biar kita paham apa yang harus diperbaiki dan cara perbaiki," terang Darmawan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan, pihaknya menyarankan agar PLN melangsungkan kontrak jangka panjang. "Kedua, PLN perlu perbaiki mekanisme bisnisnya biar lebih menarik dan tidak melirik keluar terus," kata Ridwan.
Ridwan menjelaskan, pemerintah pun bakal melakukan evaluasi DMO menjadi setiap bulan dari yang sebelumnya setahun sekali. Ridwan menilai, langkah ini dapat meminimalisir tidak terpenuhinya DMO oleh pelaku usaha terlebih saat harga batubara di pasar tengah menanjak.
"Sekarang akan bulanan, ketika akhir bulan tidak penuhi DMO, good bye. Tidak boleh ekspor sampai memenuhi," jelas Ridwan.
Ridwan mengungkapkan, per 2021 tercatat dari total 634 perusahaan batubara, hanya 15% yang memenuhi DMO di atas 100%. Untuk itu, ia berharap pembenahan juga dilakukan oleh perusahaan tambang.
Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman berharap pemerintah untuk tidak terlalu memanjakan PLN. Apalagi PLN sebelumnya sudah diingatkan untuk melakukan perbaikan skema kontrak pasokan batubara.
"Kita sudah sarankan ubah mekanisme (jadi) reward and punishment, misalnya (pelaku usaha) yang sudah penuhi DMO dikasih reward," ungkap Maman.
Lebih jauh, Maman menilai perlu ada revisi UU ketenagalistrikan. Perubahan regulasi diharapkan dapat menciptakan suasana kompetisi bagi PLN.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, pihaknya pun siap dan telah mematuhi untuk ketentuan harga patokan sebesar US$ 70 per ton. Selain itu, banyak perusahaan yang juga dinilai telah memenuhi komitmen DMO-nya.
"Kalau dibilang semua pengusaha tidak patuh, nggak benar juga karena banyak perusahaan yang patuh bahkan melebihi kewajibannya," pungkas Hendra. (Filemon Agung/Dimas Andi/Kontan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.