Kebijakan Moneter AS dan China Berbanding Terbalik, Pemulihan Tidak Merata?
The Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 4 kali pada tahun ini.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, Goldman Sachs melihat bahwa The Fed menginginkan mengambil beberapa tindakan lebih ketat dalam setiap pertemuan.
Oleh sebab itu, kesimpulannya Goldman melihat, The Fed atau Bank Sentral Amerika Serikat (AS) akan menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 4 kali pada tahun ini.
"Ditambah dengan pengurangan neraca yang akan terjadi pada bulan Juli mendatang. The Fed sendiri kami melihat tidak akan terburu buru atau terlampu agresif dengan menaikkan tingkat suku bunga sebanyak 50 bps, tapi naik secara perlahan sering untuk menjaga volatilitas pasar sebesar 25 bps," ujar dia melalui risetnya, Senin (24/1/2022).
Baca juga: IHSG Kembali Sentuh 6.700, Kapitalisasi Pasar Naik Rp 103 Triliun dalam Sepekan
Dia menjelaskan, adanya persepsi pasar yang akan menambah tingginya volatilitas pasar menjelang pengumuman The Fed nanti.
"Apapun itu, kami berharap bahwa hal ini akan menjadi sebuah perhatian karena pemulihan yang tidak merata semakin ketara. Sebab itu, perhatikan dan cermati setiap sentiment yang terjadi ya," tutur Nico.
Sementara itu, dia mengungkapkan, bahwa pemulihan tidak merata berdasarkan situasi dan kondisi yang berbeda atau bertolak belakang justru tengah dialami oleh China.
Baca juga: Cetak Rekor Sepanjang Masa, IHSG Perkasa di 6.726,34, Investor Asing Catat Beli Bersih Rp 970 Miliar
"Pasalnya nih, kebijakan moneter yang lebih longgar di China, kami rasa masih belum cukup untuk menstabilkan perekonomian. Diperlukan stimulus yang lebih besar dan lebih cepat, hal inipun didukung oleh mantan penasihat Bank Sentral Yu Yongding," kata Nico.
Selanjutnya, mantan penasihat tersebut mengatakan bahwa dibawah situasi dan kondisi perekonomian saat ini, Bank Sentral China tampaknya memainkan peran yang lebih terbatas.
Sebab itu, Bank Sentral China saja tidak cukup, harus ada kebijakan fiskal untuk menciptakan bauran kebijakan yang mampu menopang perekonomian.
Nico menjelaskan, bank sentral sendiri telah mengambil beberapa langkah pelonggaran sejak 2 bulan terakhir, memotong tingkat suku bunga utama untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 2 tahun, hingga mendorong perbankan untuk mempercepat proses peminjaman.
Baca juga: IHSG Hari Ini Diprediksi Lanjutkan Penguatan, Saham Perbankan Layak Dicermati
Itu semua adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan perekonomian China, tapi dirinya berharap pemerintah China juga tidak tinggal diam, juga berusaha untuk bahu membahu mengatasi masalah tersebut.
"Meskipun pelonggaran moneter dilakukan, tampaknya akan sia sia, karena permintaan kreditnya melemah," tuturnya.
Dia menilai, Kementerian Keuangan yang mengontrol pengeluaran pemerintah, harus dapat mendorong perekonomian lebih cepat sementara Bank Sentral China dapat menopang kebijakan fiskal yang ekspansif.
Yu Yongding sendiri telah memberikan nasihat untuk mendorong kebijakan fiskal yang lebih agresig sejak tindakan keras pemerintah China terhadap utang pemerintah daerah, di mana mulai memperlambat investasi infrastruktur sejak 2017 silam.
Baca juga: IHSG Tergerus 0,33 Persen ke 6.591,98, Investor Asing Borong Saham Telkom, Sinar Mas dan Bumi
Hal ini pun juga menjadi perhatian berbagai kalangan, termasuk Nico, karena jelas tidak mungkin mengembangkan perekonomian China hanya mengandalkan kebijakan moneter saja.
Adapun sejauh ini, pemerintah China telah mengatakan kepada pemerintah daerah agar mereka menerbitkan obligasi hingga 1,46 triliun yuan atau setara dengan 230 miliar dolar AS obligasi khusus yang digunakan untuk mendanai infrastruktur.
"Namun, pemerintah daerah sendiri belum mendapatkan izin untuk menerbitkan obligasi khusus dengan nominal lebih besar dari 1,46 triliun yuan hingga anggaran nasional disetujui pada pertengahan Maret 2022," pungkas Nico.