Kedelai Mahal, Perajin Tempe Tahu Mogok, Pemerintah Disarankan Barter Kedelai dengan Batubara
Amin Ak mengatakan, solusi jangka pendek menangani krisis kedelai bisa melalui cara barter antara komoditas kedelai dengan batubara
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah didorong menerapkan kebijakan di luar kebiasaan atau out of the box untuk mengatasi persoalan kedelai.
Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, solusi jangka pendek menangani krisis kedelai bisa melalui cara barter antara komoditas kedelai dengan batubara yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia.
Amin menunjuk China dan India, di mana dua negara itu turut menjadi produsen kedelai sebagai negara tujuan kerjasama barter kedua komoditas tersebut.
Baca juga: Pengamat Sebut Lima Faktor Penyebab Harga Kedelai Naik
"Yang paling memungkinkan, pemerintah mengarahkan BUMN produsen batubara bekerjasama dengan BUMN Pangan. BUMN batubara menjual produksinya dengan cara barter, dan nantinya kedelai yang diperoleh dibeli BUMN Pangan untuk mengamankan stok jangka pendek, paling tidak pengamanan stok hingga Juli 2022," kata Amin, Senin (21/2/2022).
Menurut Amin, stok yang tercukupi hingga Juli karena harga kedelai global mulai Agustus diprediksi harganya sudah mulai turun, tetapi di sisi lain, produksi dalam negeri harus bisa digenjot.
Kedelai ditanam mulai Maret 2022, kemudian dipanen Juni hingga Juli 2022, dan BUMN Pangan bisa proaktif mengamankan stok kedelai nasional.
Baca juga: Harga Kedelai Terus Melonjak, YLKI Minta Babi Jangan Dijadikan Kambing Hitam
“China dan India merupakan dua negara konsumen batubara terbesar di dunia, Statistik global menunjukkan kedua negara ini mengonsumsi 62 persen batubara dunia. Pada saat bersamaan mereka masuk ke dalam lima produsen terbesar kedelai, tawaran barter batubara dengan kedelai, seharusnya jadi opsi yang menarik,” tutur Amin.
Amin menyebut, kebijakan pemerintah seharusnya berorientasi untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya, meski harus demi keberlanjutan usaha rakyat berbasis kedelai.
“Mayoritas produsen tahu dan tempe adalah usaha mikro dan kecil, mereka baru saja pulih setelah dihantam pandemi. Harus ada solusi cepat dan taktis untuk menyelamatkan usaha mereka,” papar Amin.
Untuk solusi jangka panjang, kata Amin, meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dengan kebijakan insentif biaya produksi untuk petani.
Data dari BPS menunjukkan bahwa sekitar 90 persen impor kedelai Indonesia untuk 2020 datang dari Amerika Serikat sejumlah 2.238,5 ton dari total 2.475,3 ton impor kedelai Indonesia.
Sebanyak 90 persen kedelai Indonesia berasal dari impor setiap tahunnya.
Kanada menjadi negara sumber impor terbesar kedua untuk Indonesia dengan jumlah impor yang mencapai 229,6 ribu ton pada 2020.