Harga CPO Bisa Makin Sulit Dijinakkan oleh Munculnya Aturan Baru DMO 30 Persen
Saat ini, harga kontrak berjangka CPO telah mencapai RM 7.070 per ton atau naik 28% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan terbaru yang membebankan kewajiban memasok pasar domestik alias domestic market obligation (DMO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) kepada industri kelapa sawit dari semula 20 persen menjadi 30 persen dikhawatirkan akan membuat harga CPO semakin membumbung.
Aturan DMO terbaru tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan RI dan ditetapkan pada Rabu (9/3) dan mulai diberlakukan mulai Kamis (10/3/2022).
Kebijakan ini dilakukan guna mempercepat kestabilan harga minyak goreng di dalam negeri yang saat ini belum menyentuh harga eceran tertinggi (HET).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan kenaikan DMO 30 persen ini dikhawatirkan harga CPO di level Internasional akan semakin liar.
Saat ini, harga kontrak berjangka CPO telah mencapai RM 7.070 per ton atau naik 28% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Baca juga: Jurus Baru Mendag Atasi Kelangkaan Stok Minyak Goreng, Naikkan DMO Jadi 30 Persen
“Ada kontradiksi ya antara klaim pasokan CPO di hulu aman dengan kelangkaan minyak goreng. Artinya ada masalah serius dalam tata kelola minyak goreng ini,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (9/3/2022).
Baca juga: Pemerintah Diminta Berani Umumkan Perusahaan Pelanggar DMO Minyak Goreng
Menurut Bhima, kebijakan DMO CPO yang sudah ada yakni 20% seharusnya mencukupi. Namun, sejauh ini efeknya belum dapat dirasakan ditingkat retail minyak goreng.
“Padahal, bisa dicek suplai CPO di produsen berapa, kemudian berapa yang diproses menjadi minyak goreng. Dicocokkan dengan data penjualan minyak goreng seluruh produsen,” kata Bhima.
Baca juga: Dapat Pasokan DMO, Kemendag Janjikan Sepekan Lagi Kelangkaan Minyak Goreng Murah Teratasi
Bhima mengatakan, perusahaan CPO yang sudah patuh DMO 20 persen harus segera mencari saluran ke perusahaan minyak goreng tetapi preferensi tentu ke anak usaha yang menjadi prioritas.
Akibatnya perusahaan minyak goreng yang tidak memiliki kebun atau tidak terintegrasi maka sulit untuk mencari pasokan CPO.
Laporan Reporter: Dendi Siswanto | Sumber: Kontan