Harga Pertamax Naik, Pengamat: Antisipasi Shifting, Pasokan Pertalite Harus Mencukupi
Mulai 1 April 2022, harga Pertamax resmi naik di seluruh wilayah Indonesia dengan besaran beragam.
Penulis: Sanusi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai 1 April 2022, harga Pertamax resmi naik di seluruh wilayah Indonesia dengan besaran beragam.
Harga Pertamax hari ini berada pada kisaran Rp 12.500 hingga Rp 13.000 per liter. Artinya, harga Pertamax naik sebesar Rp 3.500 hingga Rp 3.600 per liter dari harga sebelumnya yakni Rp 9.000 hingga Rp 9.400 per liter.
Diketahui, harga BBM yang naik hanya berlaku untuk BBM Non Subsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17 persen.
Sedangkan BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar subsidi yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83 persen, tidak mengalami perubahan harga. Harga Pertalite ditetapkan stabil di harga Rp 7.650 per liter dan Solar subsidi harganya tetap Rp 5.150 per liter.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) cukup bijak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dan tidak menaikkan harga Pertalite. Dengan keputusan tersebut, dampak kenaikan BBM diperkirakan minim karena konsumen Pertamax adalah kalangan menengah atas.
Baca juga: Harga Pertamax Naik, Warga Bandar Lampung Antre Beli Pertalite
Piter Abdullah, menilai keputusan menaikkan harga Pertamax lebih kepada pertimbangan agar tidak berdampak terlalu besar terhadap masyarakat khususnya kelompok bawah. Bagi sekelompok konsumen kenaikan harga Pertamax bisa mendorong peralihan (shifting) ke pertalite. Tapi kelompok masyarakat yang benar-benar mampu tidak akan beralih.
“Mereka lebih sayang dengan mobil mewah mereka,” kata Piter di Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Menurut Piter, untuk mengantisipasi terjadinya shifting, hanya ada satu yang perlu disiapkan yakni memastikan pasokan pertalite mencukupi. Menurut dia, peralihan konsumsi tidak perlu dilawan karena nanti pada waktunya konsumen akan kembali lagi ke pertamax.
“Jadikan orang miskin naik kelas ke orang kaya,” katanya.
Kenaikan harga Pertamax first round ini hampir tidak ada dampaknya ke inflasi karena Pertamax bukan masuk kantong perhitungan inflasi. Akan tetapi second round effect-nya tetap ada. Kenaikan harga Pertamax bisa saja mempengaruhi kenaikan harga barang-barang lain walaupun diperkirakan tidak besar.
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, mengatakan penetapan harga Pertamax mestinya ditentukan oleh mekanisme pasar. Karena itu, harga yang ideal adalah sesuai dengan harga keekonomian. Saat ini harga Pertamax harus dinaikkan mengingat harga minyak dunia sudah mencapai 130 dolar AS per barrel. Jika tidak dinaikkan beban Pertamina semakin berat. “Penaikkan harga Pertamax Rp 12.500 pada 1 April sudah tepat,” ujarnya.
Dia mengakui, kenaikan harga Pertamax.memang memicu inflasi, tetapi kontribusinya kecil. Pasalnya, proporsi konsumen hanya sekitar 14 persen. Selain itu, konsumen Pertamax adalah golongan menengah atas yang menggunakan mobil mahal.
“Mereka juga tidak akan migrasi ke Pertalite yang harganya lebih murah karena tidak proper dengan mesin mobil yang rata-rata bagus,” katanya.
Fahmy mengapresiasi sikap Pemerintah dan Pertamina yang tidak menaikkan harga pertalite yang proporsi konsumen mencapai 76 persen. Kenaikan harga Pertalite akan menyulut inflasi dan menurunkan daya beli rakyat.
“Penetapan Pertalite sebagai BBM penugasan juga sangat tepat agar Pemerintah dapat memberikan subsidi pada saat tidak menaikkan harga Pertalite,” ujarnya.
Baca juga: Masih Nombok Rp 3.500 per Liter, Ketua Komisi VII DPR Nilai Positif Kenaikan Pertamax
Sebelumnya, dalam siaran persnya, Pertamina melalui PT Pertamina Patra Niaga (PPN) menyatakan akan terus menjaga komitmen dalam penyediaan dan penyaluran BBM kepada seluruh masyarakat hingga ke pelosok negeri.
Terkait kenaikan harga BBM jenis pertamax, Pertamina menyatakan bahwa penyesuaian harga tidak terelakkan namun dengan tetap mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Karena itu, penyesuaian harga dilakukan secara selektif, hanya berlaku untuk BBM nonsubsidi yang dikonsumsi masyarakat sebesar 17 persen, terdiri atas 14 persen merupakan jumlah konsumsi Pertamax dan 3 persen jumlah konsumsi Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Sedangkan BBM subsidi seperti Pertalite dan solar Subsidi yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia sebesar 83 persen, tidak mengalami perubahan harga atau ditetapkan stabil di harga Rp7.650 per liter. Hal ini merupakan kontribusi Pemerintah bersama Pertamina dalam menyediakan bahan bakar dengan harga terjangkau.
"Pertamina selalu mempertimbangkan daya beli masyarakat, harga Pertamax ini tetap lebih kompetitif di pasar atau dibandingkan harga BBM sejenis dari operator SPBU lainnya. Ini pun baru dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sejak 2019," ucap Irto Ginting, Pjs. Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga.
Dengan harga baru Pertamax, Pertamina berharap masyarakat tetap memilih BBM nonsubsidi yang lebih berkualitas. Apalagi harga baru masih terjangkau khususnya untuk masyarakat mampu.
Baca juga: Luhut Sebut Indonesia Paling Lambat Naikkan Harga Pertamax Dibanding Negara Lain
“Kami juga mengajak masyarakat lebih hemat dengan menggunakan BBM sesuai kebutuhan,"kata Irto.