Dampak Larangan Ekspor CPO, Indonesia Kehilangan Devisa Jumbo hingga Malaysia Raup Untung
Larangan ekspor CPO dinilai bakal mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada Januari 2022 lalu.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mulai hari ini (28/2/2022) menetapkan kebijakan pelarangan ekspor produk turunan sawit yakni CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Hal ini dilakukan demi tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah mengungkapkan, larangan ini diberlakukan sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di pasar tradisional dan mekanisme pelarangannya disusun secara sederhana.
Baca juga: TNI AL Akan Tangkap Kapal yang Nekat Ekspor CPO
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, berdasarkan pengamatannya, terdapat sederet dampak yang bakal terjadi, imbas adanya larangan produk turunan sawit tersebut.
Pertama, kebijakan tersebut dinilainya bakal mengulang kesalahan stop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada Januari 2022 lalu.
Baca juga: Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng Bantu Pemerintah Kembalikan Kepercayaan Rakyat
Yang nantinya Indonesia akan mendapatkan protes keras. Beberapa negara yang kemungkinan akan memberikan respons yakni seperti India, China, Pakistan. Karena mereka importir CPO terbesar dan merasa dirugikan dengan kebijakan ini.
“Apakah masalah (pemenuhan CPO di dalam negeri) akan selesai? Kan tidak, justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri,” ucap Bhima saat dihubungi Tribunnews belum lama ini.
“Biaya produksi manufaktur maupun harga barang konsumsi di tiga negara tersebut akan naik signifikan, dan Indonesia yang disalahkan,” sambungnya.
Kedua, kebijakan larangan ekspor CPO dari Indonesia akan menguntungkan negara-negara lain yang merupakan produsen minyak nabati atau alternatif.
Menurut Bhima, Malaysia merupakan salah satu negara terbesar dalam memproduksi sawit.
Dengan demikian, Negara berjuluk Negeri Jiran ini bakal ketiban untung dari adanya kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia kepada produsen sawit di dalam negeri.
“Pelarangan ekspor juga akan untungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia. Sekaligus negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif seperti soybean (kedelai) oil, rapeseed oil dan sunflower (bunga matahari) oil yakni AS dan negara di Eropa,” papar Bhima.
Baca juga: Ekonom Indef Nilai Pelarangan Ekspor CPO Bakal Merugikan Pemerintah
Ketiga, harga minyak goreng di pasar belum tentu stabil.
Menurut Bhima, kebijakan larangan ekspor produk turunan sawit akan percuma, kalau tidak dibarengi dengan kebijakan harga eceran tertinggi minyak goreng.
Kemudian, produsen juga bisa kurangi kapasitas produksi minyak goreng karena permintaan berkurang. Yang dirugikan harga TBS (tandan buah segar) di level petani akan anjlok.
Dampak yang keempat adalah, Indonesia akan kehilangan sumber devisa yang terbilang cukup besar.
Berdasarkan perhitungan Bhima, jumlahnya berkisar Rp 43 triliun.
“Selama satu bulan Maret 2022, ekspor CPO nilainya 3 miliar dolar AS. Jadi estimasinya bulan Mei apabila asumsinya pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, kehilangan devisa sebesar 3 miliar usd setara Rp43 triliun akan terjadi dan angka itu setara 12 persen total ekspor non migas,” pungkas Bhima.