Larangan Ekspor Minyak Goreng Jadi Dilema Bagi Jokowi, Harga Turun Atau Devisa Melayang?
Pelarangan ekspor ini menjadi revisi dari pernyataan pemerintah sebelumnya yang masih membolehkan ekspor CPO.
Editor: Hendra Gunawan
Minyak goreng dan CPO memberikan pemasukan yang cukup besar untuk negara. Selama bulan Maret 2022 saja, ekspor CPO nilainya 3 miliar dollar AS.
CPO juga masih merupakan komoditas ekspor terbesar Indonesia.
Sehingga, jika larangan ekspor berlaku selama 1 bulan, pemerintah akan kehilangan pendapatan sebesar itu atau sekitar Rp 42,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.300).
Di sisi lain, pelarangan ekspor juga akan untungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia. Negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif juga akan diuntungkan.
Seperti soybean oil, rapseed oil dan sunflower oil yang diproduksi AS dan negara di Eropa.
"Saya ingin menegaskan bagi pemerintah kebutuhan pokok masyarakat adalah yang utama, ini prioritas paling tinggi," ujar Jokowi.
Baca juga: Dua Pejabat Kemendag Diperiksa Terkait Kasus Mafia Minyak Goreng, Siapa Saja?
"Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, tentu saya akan cabut larangan ekspor karena saya tahu negara perlu pajak, negara perlu devisa, negara perlu surplus neraca perdagangan, tapi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat adalah hal yang lebih penting," imbuh dia.
Mulai berlaku hari ini
Dikutip Dikutip dari Antara, pengumuman larangan ekspor CPO dan produk turunannya dirilis oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Seluruhnya sudah tercakup dalam Peraturan Menteri Perdagangan dan akan dilakukan malam hari ini pukul 00.00 WIB tanggal 28 April karena ini sesuai dengan apa yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden," kata Airlangga dalam konferensi pers.
Ia menjelaskan seluruh kebijakan ini dilakukan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat karena rakyat Indonesia adalah prioritas utama dari seluruh kebijakan pemerintah.
"Untuk pelaksanaan distribusi hasil CPO dan produk turunannya tentu kalau ada pelanggaran akan ditindak tegas," ucap dia.
Maka dari itu, Airlangga menegaskan Satuan Tugas Pangan, Bea Cukai, kepolisian, dan Kementerian Perdagangan akan terus mengawasi implementasi kebijakan ini.
Sesuai aturan WTO, lanjutnya, dapat diberlakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.