Dampak Larangan Ekspor CPO, Harga TBS Anjlok Hingga Petani Biarkan Sawit Membusuk di Pohon
Seorang petani di Kecamatan Babahrot, Surya mengaku pasca agen pengepul mogok menampung TBS, pihaknya lebih membiarkan sawitnya busuk di pohon
Editor: Muhammad Zulfikar
Dampak paling terasa tentu dialami para petani. Sebab harga pupuk tetap tinggi, kendati sawit telah turun drastis dari sebelumnya menyentuh Rp 3.000 per kilogram.
Selain petani, para pengepul juga merasakan dampak anjloknya harga TBS sawit. Terutama ketika turunnya cukup besar.
Baca juga: 146 Petani Sawit Demo di Kawasan Patung Kuda Minta Larangan Ekspor CPO Dicabut
Sebab pengepul akan menanggung kerugian dari selisih biaya pembelian dengan penjualan.
Belum lagi ditambah biaya angkut. Apalagi di pabrik terjadi antrean panjang.
Petani kelapa sawit berharap, agar harga kembali ke kisaran Rp 2.000 per kilogram, sehingga bisa menutupi biaya pupuk dan perawatan kebun yang cukup tinggi.
Lebih 70 persen penduduk Aceh Singkil menggantungkan hidup dari berkebun sawit.
Mulai dari pemilik kebun, pemanen, pemupuk, pengepul, hingga pemilik angkutan.
Sehingga anjloknya harga sawit langsung berdampak pada gairah perekonomian masyarakat.
Kondisi sangat terasa seperti sepinya pasar dan warung kopi.
Larangan Ekspor CPO
Pemerintah mulai Kamis (28/2/2022) menetapkan kebijakan pelarangan ekspor produk turunan sawit yakni CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah siap menindak tegas pihak-pihak yang melanggar aturan tersebut.
Menurutnya, hal itu untuk menunjukkan komitmen kuat Pemerintah dalam memprioritaskan masyarakat demi tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di seluruh wilayah Indonesia.
“Pelarangan ekspor sementara minyak goreng ini merupakan komitmen kuat Pemerintah untuk memprioritaskan masyarakat. Oleh sebab itu setiap pelanggaran yang terjadi akan ditindak dengan tegas,” ungkap Airlangga dikutip dalam keterangannya, Kamis (28/4/2022).
“Pemerintah akan tegas menindak siapa saja yang melanggar keputusan tersebut,” sambungnya.
Menko Airlangga melanjutkan, sesuai dengan arahan Presiden dan memperhatikan pandangan dan tanggapan dari masyarakat, agar tidak menjadi perbedaan interpretasi maka kebijakan pelarangan ekspor didetailkan berlaku untuk semua produk CPO, RPO, POME, RBD Palm Olein, dan Used Cooking Oil.
Larangan ini sampai tercapainya harga minyak goreng curah sebesar Rp14 ribu per liter di pasar tradisional dan mekanisme pelarangannya disusun secara sederhana.
Kebijakan pelarangan ekspor ini berlaku mulai 28 April 2022 pukul 00.00 WIB dengan jangka waktu pelarangan adalah sampai dengan tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga Rp14 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
“Kebijakan ini diberlakukan untuk memastikan bahwa produk CPO dapat didedikasikan seluruhnya untuk ketersediaan minyak goreng curah dengan harga Rp14 ribu per liter terutama di pasar-pasar tradisional dan untuk UMK,” ujar Menko Airlangga.
Kebijakan larangan ekspor tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Perdagangan.
Menko Airlangga mengatakan, Direktorat Jendral Bea Cukai dan Satgas Pangan akan menerapkan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan kebijakan ini.
Pengawasan akan dilakukan secara terus-menerus termasuk dalam masa libur Idulfitri.
“Evaluasi akan dilakukan secara terus-menerus atas kebijakan pelarangan ekspor ini. Setiap pelanggaran akan ditindak tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Menko Airlangga. (Serambinews.com/Tribunnews.com)