Indonesia Masuk Dalam Negara G8 Versi Rusia, Kekuatan Ekonomi Baru Pasca Sanksi Barat
Aksi Amerika Serikat memutuskan hubungan ekonomi dengan Rusia diklaim justru menciptakan titik pertumbuhan baru di dunia.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Aksi Amerika Serikat memutuskan hubungan ekonomi dengan Rusia diklaim justru menciptakan titik pertumbuhan baru di dunia.
Amerika ngotot melakukan embargo kepada Rusia karena negeri Vladimir Putin itu menginvasi Ukraina.
Selain memutus hubungan ekonomi, AS dan negara-negara Barat di Eropa memberi sanksi ekonomi dan menghentikan pembelian minyak dan gas dari Rusia.
Ketua Duma Negara Rusia (majelis rendah parlemen) Vyacheslav Volodin di Telegram pada hari Sabtu menyatakan, pemutusan hubungan ekonomi tersebut efeknya tidak berarti, justru menimbulkan kekuatan baru.
Baca juga: Terdampak Sanksi Perang, Penjualan Mobil Baru di Rusia Semakin Anjlok
Ia menyebutkan, telah muncul negara G8 (Group for Eight) baru atau koalisi delapan negara dianggap termaju secara ekonomi di dunia.
"Langkah Washington dan sekutunya untuk memutuskan hubungan ekonomi yang ada telah menciptakan titik pertumbuhan baru di dunia," katanya.
Menurut ketua parlemen, sanksi Barat mengarah pada pembentukan kelompok delapan negara lain - Cina, India, Rusia, Indonesia, Brasil, Meksiko, Iran dan Turki - yang 24,4 % di depan kelompok lama negara maju dalam hal PDB dan paritas daya beli.
“Amerika Serikat, dengan tangannya sendiri, telah menciptakan kondisi bagi negara-negara yang mau membangun dialog yang setara dan hubungan yang saling menguntungkan untuk benar-benar membentuk kelompok G8 baru dengan Rusia,” kata Volodin.
Krisis Dunia
Saat ini krisis ekonomi sedang melanda dunia, pemulihan perekonomian global terhambat inflasi yang terus mendaki di sejumlah negara.
Bahkan negara-negara maju di Eropa pun sedang mengalami masa-masa sulit.
Baca juga: Lavrov: Sanksi Terhadap Rusia Justru Berbalik Sengsarakan Rakyat Uni Eropa
Berbagai analis memprediksi inflasi akan tetap tinggi di negara-negara yang pusat perekonomian dunia seperti Amerika Serikat (AS), China, Uni Eropa, hingga Jepang.
Inflasi dari harga grosir atau wholesale Jepang mendekati level rekor tertinggi pada Maret 2022 karena krisis Ukraina.
Selain itu, dikutip dari Kontan, pelemahan yen mendorong naiknya biaya bahan bakar dan bahan mentah akan semakin mengganggu perekonomian Jepang yang sangat bergantung pada impor.