Inflasi Harga Pangan di Inggris Diperkirakan Bakal Naik hingga 15 Persen
Laporan terbaru Institute of Grocery Distribution (IGD) mengatakan, konsumen rumah tangga di Inggris paling rentan terhadap lonjakan harga makanan.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Inflasi harga pangan di Inggris diprediksi akan mencapai level tertinggi sebesar 15 persen pada musim panas ini, memberikan pukulan keras pada kas negara dan konsumen.
Tingkat inflasi harga pangan yang tinggi ini diperkirakan akan bertahan hingga tahun 2023.
Laporan terbaru Institute of Grocery Distribution (IGD) mengatakan, konsumen rumah tangga di Inggris paling rentan terhadap lonjakan harga makanan.
Baca juga: Tingkat Inflasi Naik 2,1 Persen, Jepang Makin Terdorong ke Jurang Resesi
Melansir dari Reuters, melonjaknya harga di Inggris telah memberikan tekanan besar pada pendapatan rumah tangga, saat inflasi harga bahan pangan mencapai 7 persen selama empat minggu hingga 15 Mei, mencapai level tertinggi dalam 13 tahun.
Tingkat inflasi resmi Inggris mencapai 9 persen pada bulan April, mencapai level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, dan diperkirakan dapat melampui 10 persen pada tahun 2022, saat harga energi melonjak 40 persen.
IGD memperkirakan pengeluaran bulanan keluarga berjumlah empat orang untuk memenuhi kebutuhan pangan akan mencapai 439 pound, atau senilai 529 dolar AS pada Januari 2023, naik dari 396 pound pada Januari 2022.
IGD juga memperkiakan inflasi harga bahan pangan paling jelas terlihat pada harga daging, produk sereal, susu, buah dan sayuran. Sementara harga daging putih yang memanfaatkan gandum sebagai pakan, kemungkinan akan mengalami kenaikan harga dalam jangka pendek.
Baca juga: Inflasi Melonjak, Argentina Naikkan Suku Bunga hingga 300 Basis Poin
Inflasi Harga Pangan Diprediksi Hingga 2023
Analis memperkirakan tingkat inflasi pangan yang tinggi diprediksi akan berlangsung hingga pertengahan 2023.
Beberapa faktor penyabab tinggginya inflasi ini antara lain, konflik di Ukraina, gangguan rantai pasokan, efektivitas terbatas kebijakan moneter dan fiskal, serta dampak yang masih dirasakan dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
"Dalam penelitian kami, kami tidak mungkin melihat biaya tekanan hidup berkurang dalam waktu dekat. Kami sudah melihat rumah tangga melewatkan makan, indikator yang jelas dari tekanan makanan," kata kepala ekonom IGD, James Walton.
Baca juga: Cegah Lonjakan Inflasi, The Fed Naikkan Suku Bunga Terbesar dalam Beberapa Dekade Terakhir
Empat pedagang grosir terbesar Inggris, Tesco, Sainsbury's, Asda dan Morrisons menolak untuk berkomentar mengenai perkiraan inflasi harga pangan sebesar 15 persen ini.
Menanggapi tekanan biaya hidup yang tinggi, warga Inggris beralih berbelanja dari supermarket ke toko yang memberikan diskon, serta beralih dari produk yang memiliki harga lebih tinggi ke harga yang lebih rendah.
Selain itu, mereka juga menyiasati krisis pangan dengan mengurangi pembelian bahan bakar untuk mengurangi pemakaian kendaraan mereka, membatalkan layanan streaming, dan membatalkan garansi perbaikan terhadap peralatan rumah tangga. Warga Inggris juga mengurangi pembelian kebutuhan pokok untuk mengatasi tingginya biaya hidup.