Ekonom: Bangkrutnya Sri Lanka Buat Investor Hati-hati Tanam Modal di Negara Berkembang
Perekonomian Indonesia dinilai tidak akan terdampak dari bangkrutnya Sri Lanka yang kini melakukan penutupan sekolah dan sejumlah kantor pemerintah
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perekonomian Indonesia dinilai tidak akan terdampak dari bangkrutnya Sri Lanka yang kini melakukan penutupan sekolah dan sejumlah kantor layanan pemerintahannya.
Namun, kebangkrutan Sri Lanka disebut dapat mempengaruhi psikologis dari para investor ketika tanam modal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Dampak ke Indonesia relatif kecil dari bangkrutnya Sri Langka, karena hubungan dagang tidak besar. Tapi dampaknya lebih ke arah psikologis ya, karena sekarang sudah ada risiko inflasi yang tinggi diberbagai negara, di Amerika pun di atas 8 persen," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, Rabu (22/6/2022).
Baca juga: Pengamat Ekonomi: Kebangkrutan Sri Lanka Tak Berdampak ke Indonesia
"Jadi kondisi Sri Lanka ini berpengaruh kepada psikologis pelaku usaha dan investor. Sehingga investor dalam situasi seperti sekarang ini lebih berhati-hati untuk masuk ke negara berkembang, maupun negara yang dianggap risiko fiskalnya itu tinggi," tutur Bhima.
Menurut Bhima, pelajaran yang dapat diambil pemerintah Indonesia dari kasus Sri Lanka yaitu sistem pemerintahan harus bersih dari tindakan korupsi, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat maupun pelaku usaha.
"Lalu soal ketergantungan impor, baik pangan maupun energi. Harus dikurangi karena kasus Sri Lanka ketergantungan impornya tinggi dan akhirnya melemahkan nilai tukar," ujarnya.
Kemudian, kata Bhima, soal pengelolaan utang luar negeri, di mana proyek-proyek yang dampaknya kecil ke ekonomi lebih baik ditunda atau dibatalkan daripada membiayainya dengan utang.
"Lalu daya beli masyarakat pasca pandemi ini harus dijaga, karena terlihat masyarakat tidak siap sepertinya dengan kenaikan harga BBM, tarif listrik, LPG dan bahan pangan," paparnya.
Baca juga: Indeks Harga Konsumen Sri Lanka Melonjak 45,3 Persen pada Mei 2022, Tertinggi Sejak 2015
"Kesempatan kerja juga sedikit, sehingga kenaikan harga dengan kesempatan kerja belum berbanding. Maka perlu diimbangi stimulus dan perluas jaring sosial," tambah Bhima.