Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rusia Dihajar Sanksi Ekonomi, Kurs Rubel Malah Melesat ke Level Tertinggi

Dihajar sanksi oleh Barat, nilai mata uang rubel malah terus melesat ke level tertinggi mencapai 54,2 terhadap dolar pada Kamis (23/6/2022) kemarin.

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Rusia Dihajar Sanksi Ekonomi, Kurs Rubel Malah Melesat ke Level Tertinggi
Yuri Smityuk/TASS
Fasilitas pipa gas Gazprom Export di Rusia. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Serangkaian sanksi barat yang dilayangkan ke Rusia, tampaknya tak cukup mempan untuk menjatuhkan ekonomi Moscow.

Nilai mata uang rubel malah terus melesat ke level tertinggi mencapai 54,2 terhadap dolar pada Kamis (23/6/2022) kemarin.

Angka ini melonjak naik dari perdagangan Moscow di hari Rabu, dimana pada saat itu rubel hanya dipatok 52,3 terhadap dolar. Meski tak melonjak signifikan namun dengan pergerakan tersebut, kini rubel semakin mendekati level tertinggi selama tujuh tahun terakhir.

“Lonjakan rubel yang menakjubkan di bulan-bulan berikutnya sebagai bukti bahwa sanksi Barat tidak berhasil.” kata Presiden Rusia Vladimir Putin pekan lalu selama Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg.


Lonjakan rubel mulai terjadi usai Rusia menggandakan suku bunga utama negaranya dari 9,5 menjadi 20 persen, imbas dari jatuhnya rubel pada akhir Februari lalu.

Namun setelah bank sentral Rusia mengerek suku bunganya, perlahan nilai mata uang rubel meningkat hingga mampu menurunkan suku bunga keangka 11 persen pada akhir Mei lalu.

Baca juga: Penguatan Rubel Terhadap Dolar AS Dorong Perlambatan Inflasi Rusia

Ada beberapa alasan mengapa rubel terus menguat di level tertinggi meskipun sejumlah sanksi tengah menghantui Rusia, berikut wartawan Tribunnews merangkum sederet alasan rubel terus menguat atas dolar, dirangkum dari CNBC Internasional :

1. Ekspor Migas

Cadangan minyak dan gas (migas) Rusia, menjadi sektor utama dari keberhasilan rubel dalam mengukuhkan posisinya diatas dolar AS selama beberapa minggu terakhir.

Ketergantungan masyarakat dunia khususnya Eropa akan produk migas Rusia, membuat Putin berhasil menempatkan negaranya sebagai eksportir energi kedua terbesar di dunia.

Baca juga: Rubel Rusia Terus Menguat di Tengah Invasi, Tembus 55,75 Terhadap Dolar AS

Meski sejumlah sanksi embargo telah dijatuhkan untuk memutus ekspor minyak dan gas Rusia, namun hingga sejauh ini beberapa negara Uni Eropa nyatanya belum dapat lepas penuh dari pasokan minyak dan gas Rusia.

Bahkan di tengah panasnya sanksi, Rusia masih dapat meraup pendapatan hingga miliaran rubel per minggu.

Baca juga: Rusia Uji Coba Proyek Rubel Digital Pada April 2023 Mendatang

Berita Rekomendasi

Bank sentral Rusia mencatat dari Januari hingga Mei 2022, surplus transaksi di negaranya telah tembus 110 miliar dolar AS, melonjak 3,5 kali jumlah periode itu tahun lalu.

Jumlah ini diprediksi bisa terus bertambah mengingat saat ini Rusia telah memberlakukan pembayaran ekspor gas dengan mata uang rubel.

2. Pengetatan Kontrol Modal

Adanya pembatasan ketat atas mata uang asing yang keluar dari Rusia serta ditambah sanksi AS yang melarang Rusia menggunakan dolar, telah sukses memainkan peran besar dalam memperkuat posisi rubel.

Dengan aturan ini, Rusia tidak dapat lagi mengimpor berbagai kebutuhannya dari luar negeri,hal inilah yang kemudian membuat Rusia menghabiskan lebih sedikit uangnya untuk membeli barang-barang dari negara lain

“Pihak berwenang menerapkan kontrol modal yang cukup ketat sehingga uang mengalir masuk dari ekspor sementara arus keluar modal untuk impor relatif sedikit.” ujar Nick Stadtmiller, direktur strategi pasar negara berkembang di ‎Medley Global Advisors di New York.

Sayangnya melonjaknya nilai rubel ke posisi teratas dalam kurun waktu lama dapat melukai rekening fiskal Rusia, oleh sebab itu Rusia kini mulai melonggar kan beberapa kontrol modal demi menurunkan suku bunga agar nilai rubel bisa sedikit melemah.

3. Imbas Sanksi Barat

Imbas dari terputusnya Rusia dari sistem perbankan internasional SWIFT serta terblokirnya akses Moscow pada perdagangan internasional telah mendorong Rusia untuk membangun cadangan devisa lebih besar dari sebelumnya. Hal ini lantaran Rusia tidak dapat melangsungkan kegiatan impor sehingga nilai tukar rubel menjadi lebih kuat

“Rubel di atas kertas sedikit lebih kuat, tetapi apa gunanya membangun cadangan devisa selain untuk pergi dan membeli barang-barang dari luar negeri yang Anda butuhkan untuk perekonomian Anda? Dan Rusia tidak bisa melakukan itu." tutur Max Hess, lembaga penelitian kebijakan luar negeri Rusia.

Meski rubel tengah mengukuhkan nilainya, namun sejak invasi dimulai, kementerian ekonomi Rusia menyebut bahwa Investasi asing di negaranya telah mengalami pukulan keras.

Bahkan momen ini membuat angka kemiskinan Rusia meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam lima minggu pertama perang.

Ini terjadi setelah ribuan perusahaan internasional angkat kaki dari Rusia, hingga memicu bertambahnya angka pengangguran hampir 7 persen di tahun ini.

Untuk mencegah terjadinya kemungkinan buruk bagi negaranya, Putin telah mempersiapkan sejumlah strategi ekonomi.

Tidak disebut strategi apa saja yang akan mulai diterapkan Putin untuk menstabilkan nilai rubel, namun menurut informasi dengan diterapkannya langkah ini, nantinya angka pengangguran dan kemiskinan yang ada di Rusia bisa kembali pulih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas