Pengamat: Subsidi Tepat Sasaran Bisa Atasi Gejolak Harga Minyak Tinggi
Ekonom meminta pemerintah menjaga agar subsidi BBM dan LPG 3 kg bisa lebih tepat sasaran.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Komaidi menyebutkan subsidi telah menggerakkan ekonomi nasional, meskipun tidak sepenuhnya. Subsidi menjadi katalis ekonomi, terutama subsidi untuk angkutan umum dan barang.
“Kalau dari sejumlah kajian (dampaknya) positif meskipun ada temuan bahwa dampaknya masih bisa dimaksimalkan,” kata doktor ekonomi dari Universitas Trisakti yang menulis disertasi soal BBM dan LPG Subsidi.
Mekanisme yang dipilih dalam pemberian subsidi, lanjut Komaidi, seharusnya menggunakan subsidi langsung sehingga bisa tepat sasaran.
Penerapan subsidi langsung lebih memungkinkan masyarakat relatif siap. “Saya melihat kuncinya justru ada pada kesiapan pemerintah,” katanya.
Yayan Satyakti, pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran, mengungkapkan subsidi BBM memiliki dua fungsi yang sangat efektif di tengah ketidakpastian global.
Pertama, subsidi BBM dapat menahan laju inflasi yang dapat memberikan bantuan terhadap kebijakan pembiayaan sehingga Bank Indonesia (BI) tidak meningkatkan suku bunga.
Hingga saat ini, berdasarkan rilis kebijakan BI per 23 Juni 2022, BI masih berani tidak meningkatkan suku bunga REPO rate, masih tetap di 3,5 % . BI juga cenderung untuk meningkatkan GWM agar menarik dana overlikuid di sektor perbankan yang terjadi selama pandemi.
“Hal ini sangat membantu saat pemulihan ekonomi dimana masyarakat membutuhkan pembiayaan untuk kredit modal kerja, konsumsi, dan lain-lain,” kata Yayan.
Fungsi kedua, bagi masyarakat dengan pendekatan menengah ke bawah, subsidi sangat membantu untuk menahan konsumsi masyarakat dalam pemulihan ekonomi di tengah kemungkinan inflasi harga pangan yang akan terjadi tidak akan lagi.
Kebijakan subsidi BBM dan LPG 3kg untuk menahan inflasi juga memberikan macroprudential bagi investor terhadap pengelolaan indikator makro Indonesia dimana investasi ini sangat dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Yayan menegaskan, pada saat krisis ekonomi ini subsidi sangat membantu konsumsi BBM sebesar 20-30 % terhadap kelompok pendapatan menengah ke bawah.
Namun dalam situasi normal, subsidi tidak baik bagi perekonomian karena akan meningkatkan shifting ke konsumsi energi di bawah keekonomian.
Jika subsidi semakin besar, lanjut dia, total konsumsi yang seharusnya terjadi diversifikasi penggunaan BBM yang lebih baik, masyarakat cenderung akan mengkonsumsi energi dengan subsidi dengan emisi yang lebih kotor yang kualitas lingkungannya lebih rendah.
“Subsidi BBM juga akan mengurangi share pembiayaan untuk sektor yang lebih penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang lebih urgen,” kata Yayan.