Besok MyPertamina Berlaku di 11 Daerah, 'Orang Kaya Masih Mendominasi Pemakaian Pertalite'
Uji coba di 11 wilayah tersebut mencakup Provinsi Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Yogyakarta.
Editor: Hendra Gunawan
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menilai, ada unsur keadilan distributif dalam program pembeli solar dan pertalite menggunakan aplikasi MyPertamina.
“Menurut saya kerangka berpikirnya adalah keadilan distributif dalam penyaluran subsidi. Mekanisme yang ada saat ini tidak adil karena subsidi lebih banyak yang dinikmati oleh masyarakat mampu dari pada masyarakat yang berkekurangan,” kata Deddy Yevri, Rabu (29/6).
Baca juga: Penerapan Beli Pertalite Pakai MyPertamina Dinilai Sebagai Bentuk Kontrol BBM Bersubsidi
Misalnya, masyarakat mampu yang memiliki mobil, bahkan lebih dari satu dan juga mungkin motor, tentu menyerap subsidi lebih banyak dari pada mereka yang hanya punya satu atau dua motor dalam satu keluarga.
Bahkan rakyat miskin yang tidak memiliki kendaraan, tidak mendapat manfaat apapun dari subsidi terhadap BBM.
Padahal subsidi yang semakin besar dan membebani anggaran negara dan Pertamina itu, mengurangi kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dana subsidi yang lebih dibutuhkan oleh rakyat miskin, petani, nelayan, lansia, difabel dan UMKM.
“Jadi landasan berpikirnya adalah keadilan distributif dalam bentuk pengetatan penerima subsidi melalui sistem yang terpantau secara holistik dan real time,” ujar Deddy.
Selain keadilan distributif, pemberlakuan sistem ini juga akan mampu menekan penyimpangan BBM subsidi di lapangan. Sehingga dapat ditekan merembesnya BBM bersubsidi ke sektor industri, pertambangan, perkebunan dan penyeludupan.
“Hal mana banyak terjadi di seluruh Indonesia dan terutama di daerah pedalaman, perbatasan, daerah pertambangan dan perkebunan serta daerah industrial,” imbuhnya.
Baca juga: Beli Pertalite Wajib Pakai MyPertamina, Ini Kriteria Kendaraan yang Dibolehkan
Masalahnya, lanjut Deddy, memang ada masyarakat yang tidak memiliki akses pada sistem tersebut, seperti masyarakat miskin yang tak punya smartphone dan di daerah pedalaman. Menurut saya hal ini bisa dipecahkan dengan Pertamina membuat kartu semacam e-toll atau e-money.
Kartu ini bisa digunakan di SPBU atau penyalur BBM untuk membeli BBM bersubsidi dengan quota yang telah ditentukan.
“Datanya bisa diambil dari Kemensos atau Pemerintah Daerah dan melalui proses penyaringan dan verifikasi oleh Kementerian ESDM,” imbuhnya.
Agar proses ini dapat berjalan dengan baik, maka fundamentalnya adalah sumber data yang valid dan terverifikasi. Lalu penetapan penerima BBM bersubsidi yang realistis dan memperhatikan karakteristik masing-masing daerah.
Hal lain yang sangat menentukan adalah sosialisasi dan edukasi secara massif sebelum program ini dijalankan. Juga perlu ada masa uji coba dan pelaksanaan bertahap agar masyarakat bisa 'memproses' perubahan kebijakan BBM bersubsidi ini.
Kata Deddy, pihaknya sangat mendukung program ini agar tekanan terhadap keuangan negara berkurang dan pemerintah memiliki keleluasaan.