Asosiasi Tolak Rencana Simplifikasi Cukai, Pemerintah Diminta Bersimpati terhadap Kondisi IHT
Selin masalah cukai, pelaku IHT legal juga harus menghadapi pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi yang melambat.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Henry menegaskan, penurunan batasan produksi pada golongan I dari 3 miliar menjadi 2 miliar batang akan menciptakan gelombang kontraksi yang merugikan IHT legal golongan kecil dan menengah yang pada gilirannya juga berakibat negatif pada penerimaan negara secara keseluruhan dan dampak negatif ke sektor lain.
“Kami menolak wacana pengurangan batasan produksi. Kalau masih harus disibukkan dengan penyesuaian penggolongan, kami khawatir akan lebih banyak mudaratnya bagi pabrik rokok legal dibanding manfaatnya,” terang Henry Najoan.
Henry Najoan mensinyalir dorongan simplifikasi merupakan agenda tersembunyi perusahaan multinasional yang tujuannya hanya menguntungkan satu perusahaan global.
GAPPRI meminta pemerintah sebaiknya menunda rencana simplifikasi dan penggabungan mengingat yang lebih penting saat ini adalah bagaimana pemerintah fokus untuk benar-benar menekan peredaran rokok ilegal sampai ke titik nol.
Dengan begitu, penerimaan negara menjadi lebih optimal.
“Kita sebaiknya juga duduk bersama untuk membuat kebijakan yang adil terhadap IHT legal. IHT legal selama ini telah menjadi sumber mata pencaharian 5,98 juta orang pekerja. IHT legal juga memberi kontribusi penerimaan negara dari cukai yang mencapai rata-rata 10 persen dari total penerimaan perpajakan, belum lagi dari pajak rokok, PPN HT, dan PPh,” tukas Henry Najoan.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edi Sutopo berpendapat penyederhanaan (simplifikasi) cukai akan berdampak pada IHT skala kecil karena harus head to head dengan IHT skala besar, dan imbas terbesar pada pabrik sigaret kretek tangan (SKT) yang menyerap banyak tenaga kerja.
“Simplifikasi berpotensi terhadap pengurangan tenaga kerja dan menimbulkan pengangguran baru. Karena itu, kami menolak rencana simplifikasi struktur cukai dan mempertahankan struktur cukai 10 layer),” kata Edi Sutopo.
Dampak apabila simplifikasi diterapkan, kata Edi, dari sisi harga, rokok ilegal secara head to head bersaing dengan rokok golongan 2 dan 3 di pasaran. Sehingga, apabila dilakukan simplifikasi, maka akan berpotensi semakin maraknya rokok ilegal di pasaran.
“Jarak harga rokok yang paling rendah akan lebih lebar dibandingkan rokok ilegal sehingga masyarakat berpotensi lebih memilih rokok ilegal. Di samping itu, negara juga berpotensi kehilangan pendapatan karena konsumen akan lebih memilih membeli rokok ilegal,” pungkas Edi Sutopo.