Inflasi Turki Membumbung Hampir 80 Persen Akibat Lonjakan Harga Pangan
Laju inflasi di Turki tembus hampir 80 persen dan menjadi inflasi tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, ISTANBUL – Laju inflasi tahunan di Turki melonjak hampir mencapai 80 persen pada bulan Juni 2022, yang sekaligus menjadi inflasi Turki tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Dikutip dari CNN, Selasa (5/7/2022), harga konsumen naik 78,6 persen bulan lalu dibandingkan Juni 2021. Hal ini didorong oleh melonjaknya biaya makanan dan minuman serta biaya transportasi.
Menurut data dari Institut Statistik Turki, harga makanan naik hampir dua kali lipat dalam setahun, sementara biaya transportasi naik 123 persen.
Ini merupakan tonggak sejarah suram lainnya bagi negara yang telah mengalami inflasi yang merajalela dalam beberapa bulan terakhir, dan yang mata uangnya telah kehilangan lebih dari 20 persen nilainya terhadap dolar AS sejak awal tahun ini.
Ekonomi Turki terkena dampak dari inflasi global yang sama seperti negara-negara lain, tetapi kebijakan ekonomi yang tidak lazim dari Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengobarkan krisis, seperti halnya lira yang jatuh, yang membuat impor jauh lebih mahal.
Pada bulan September, Erdogan membuang buku peraturan dan mengatakan kepada bank sentral Turki untuk mulai memotong suku bunga karena harga naik.
Baca juga: Tekan Inflasi, Bank Sentral Korea Selatan Kerek Suku Bunga 50 Poin
Pada saat bank sentral utama dunia meningkatkan biaya pinjaman untuk mendinginkan permintaan dalam upaya untuk mengamankan inflasi, Turki melakukan hal yang sebaliknya. Suku bunga tetap di angka 14 persen sejak Desember.
Erdogan telah membela kebijakan moneternya, dengan alasan bahwa menurunkan suku bunga akan menurunkan inflasi dan meningkatkan produksi serta ekspor. Erdogan juga menyalahkan campur tangan asing pada masalah ekonomi negaranya.
Baca juga: Kendalikan Inflasi, Bank Sentral Malaysia Berencana Naikkan Suku Bunga
Nureddin Nebati, menteri ekonomi Turki, mengatakan dalam sebuah tweet pada hari Senin bahwa "bertahannya kenaikan harga komoditas global yang tinggi, terutama dalam energi dan produk pertanian" telah memicu inflasi pada bulan Juni.
Dia juga menambahkan, pemerintah telah mengambil tindakan untuk melindungi rakyat dari meroketnya harga, termasuk dengan mengurangi pajak penjualan dan memberikan subsidi.
Baca juga: Inflasi Sri Lanka Tembus Rekor Baru, Lampaui 50 Persen
Pekan lalu, Erdogan mengumumkan bahwa pemerintahnya akan menaikkan upah minimum sebesar 30 persen mulai bulan ini. Sebelumnya, Ia juga telah menaikkan upah minimum sebesar 50 persen untuk membantu pekerja karena biaya hidup yang melonjak.
Sementara itu, S&P Global Ratings mengatakan dalam sebuah laporan pekan lalu bahwa inflasi yang dikombinasikan dengan nilai lira Turki yang lemah akan terus membebani belanja konsumen.
S&P Global Ratings memperkirakan inflasi tahunan akan tetap di atas 70 persen hingga akhir tahun, dan di atas 20 persen hingga setidaknya pertengahan 2023.
"Resesi di Rusia dan Ukraina, serta perlambatan pertumbuhan di zona euro dan Inggris akan membebani ekspor, yang telah menjadi pendorong pertumbuhan penting Turki hingga saat ini," kata laporan itu.