Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Indonesia Dinilai Tidak akan Mengalami Krisis Seperti Sri Lanka, Berikut Sejumlah Alasannya

Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menilai Indonesia tidak akan masuk dalam situasi krisis berdimensi stagflasi seperti Sri Lanka

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Indonesia Dinilai Tidak akan Mengalami Krisis Seperti Sri Lanka, Berikut Sejumlah Alasannya
AFP/-
Demonstrasi untuk mengecam kekurangan gas untuk memasak, minyak tanah dan beberapa komoditas lainnya saat Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi besar di Kolombo pada 30 Juni 2022. Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai Indonesia tidak akan masuk dalam situasi krisis berdimensi stagflasi seperti yang terjadi pada Sri Lanka. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai Indonesia tidak akan masuk dalam situasi krisis berdimensi stagflasi seperti yang terjadi pada Sri Lanka.

Sehingga, ia meyakini krisis yang terjadi di Sri Lanka tidak akan terjadi di Indonesia.

Hendrawan menerangkan, stagflasi artinya kondisi ekonomi yang diwarnai oleh dua penyakit terbesar ekonomi yaitu pengangguran sekaligus inflasi.

Baca juga: Sri Lanka Bergejolak, Kementerian Luar Negeri RI Siapkan Langkah Kontingensi untuk WNI

"Tetapi, Indonesia agak beruntung karena memiliki tiga kondisi yang jarang dimiliki oleh negara lain yang saat ini krisis," ujar Hendrawan dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).

Hendrawan menjabarkan, faktor pertama adalah pasar domestik di Indonesia sangat besar, ditandai dengan jumlah populasi 270 juta penduduk.

Besarnya penduduk Indonesia tersebut akan menjadi ‘bantalan’ ekonomi ketika pertumbuhan ekonomi dunia melemah. Sebab, pasar yang besar, memberikan peluang kepada industri untuk bergerak atau hidup.

Berita Rekomendasi

"Meskipun dalam kapasitas industri yang tidak begitu maksimal karena pengaruh ekonomi global tadi," tutur Hendrawan.

Hendrawan menerangkan, faktor kedua adalah Indonesia memiliki produk ekspor komoditas (nonmigas) yang bervariasi di pasar global. Diketahui, ekspor nonmigas ini masih mendominasi total ekspor Indonesia, yakni mencapai 22,84 miliar dolar AS per November 2021.

Komoditas unggulan dalam ekspor nonmigas Indonesia meliputi kelapa sawit, batu bara, karet, kopi, teh, dan kakao. Beberapa negara tujuan ekspor beberapa komoditas tersebut di antaranya adalah China, India, Filipina, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, dan sebagainya.

"Ketika ekspor kayu menurun, tetapi tiba-tiba batu bara naik, kelapa sawit naik, nikel naik dan seterusnya. Tidak seperti Sri Lanka yang ekspornya terbatas pada satu atau dua komoditas saja," tuturnya.

Baca juga: Saat Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Melarikan Diri, Sembunyi, dan Ketakutan Bertemu Rakyatnya

Faktor ketiga ketergantungan eksternal Indonesia, khususnya dalam hal keuangan, relatif masih terkendali. 

Hal itu ditunjukkan dengan rasio utang terhadap GDP masih berada dalam kisaran 39 persen atau setara dengan Rp7.040,32 triliun per April 2022, sementara Sri Lanka menunjukkan angka 107 persen dengan tingkat inflasi sekitar 54,6 persen per Juni 2022 silam.

Debt to GDP ratio Indonesia tersebut masih berada jauh di bawah ketentuan ambang batas yang diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara, yakni 60 persen dari GDP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas