The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Basis Poin, Berikut Dampak Bagi Pasar Modal hingga Nilai Tukar Rupiah
Kenaikan suku bunga Fed 75 basis poin berdampak negatif di pasar keuangan baik pasar modal maupun pasar surat utang
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed kembali menaikkan suku bunga pada Rabu (27/7/2022) sebesar 0,75 persen atau 75 basis poin.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed dinilai akan berdampak kepada keluarnya aliran modal asing dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, kenaikan suku bunga Fed 75 basis poin berdampak negatif di pasar keuangan baik pasar modal maupun pasar surat utang.
Baca juga: The Fed Resmi Naikkan Suku Bunga Lagi 75 Bps, Analis: Bikin Investor Optimis
Karena investor mulai menahan diri untuk masuk ke aset yang risikonya lebih tinggi dan mencermati langkah Bank Indonesia apakah akan menaikan suku bunga untuk imbangi Fed rate.
“Kenaikan tingkat suku bunga Fed ini cukup surprise karena masih ada ruang bagi Fed untuk naik 4 kali lagi sampai akhir tahun demi mengendalikan inflasi di AS,” ucap Bhima kepada Tribunnews.com, Kamis (28/7/2022).
“Kalau Fed naik agresif, dikhawatirkan dana dari negara berkembang semakin banyak ditarik pulang ke negara maju atau masuk ke dollar AS,” lanjutnya.
Maka dari itu, Bhima mengimbau Pemerintah atau Bank Indonesia untuk mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi langkah The Fed.
Salah satunya adalah Bank Indonesia merespon dengan menaikan suku bunga pada Rapat Dewan Gubernur di bulan depan.
“Tapi tergantung apa BI masih tetap tahan suku bunga, atau naik 50 bps dalam RDG berikutnya. Kalau BI naikan suku bunga rupiah bisa relatif lebih stabil,” pungkas Bhima.
Baca juga: Saham Wall Street Berjatuhan Jelang Pengumuman The Fed
Nilai Tukar Rupiah Melemah
The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) menjadi 2,25 persen-2,50 % pada Rabu (27/7/2022) malam.
Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mendinginkan inflasi yang mencapai level tertinggi sejak 1980-an.
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri memprediksi, nilai tukar rupiah akan melemah tipis dalam kisaran Rp 14.955-Rp 15.052 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis (28/7). Pasar akan merespons kenaikan suku bunga The Fed yang sebesar 75 bps.
Menurutnya, kenaikan suku bunga The Fed dapat mempengaruhi pergerakan pasar keuangan global melalui transmisi suku bunga. Hal tersebut tentunya akan mempengaruhi volatilitas nilai tukar.
Baca juga: Pasar Modal Dunia Diprediksi Mengalami Guncangan saat The Fed Naikkan Suku Bunga
Namun dari domestik, Reny tetap memperkirakan rupiah dapat menguat kembali ke kisaran Rp 14.700-Rp 14.800 per dolar AS pada akhir tahun.
"Dengan asumsi kenaikan suku bunga The Fed sudah priced in, pertumbuhan ekonomi berlanjut, dan capital flow kembali masuk ke pasar domestik," tutur Reny seperti dikutip dari Kontan.
Lebih lanjut, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh kembali meningkatnya kasus Covid-19 di dalam negeri. Kasus yang kembali meningkat dapat menahan kembali aktivitas bisnis.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo juga memprediksi, kebijakan suku bunga The Fed yang naik 75 bps akan memberi dampak negatif pada kurs rupiah.
Meskipun begitu dampaknya akan terjadi dalam jangka pendek, saja.
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Merosot 0,33 Persen di Kuartal I 2022
"Pasalnya, upaya kenaikan suku bunga dari Fed dinilai sudah kurang agresif karena beberapa dampak dari penurunan aktivitas manufaktur," ucap Sutopo.
Saat ini, posisi rupiah masih diperdagangkan pada kisaran Rp 15.000 per dolar AS. Secara teknis, menurut Sutopo, pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih dimungkinkan untuk menguji Rp 15.100 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 0,84 % ke Rp 15.041 per dolar AS pada perdagangan Rabu (27/7). Pelemahan rupiah sempat menyentuh level terendah di Rp 15.049 dan tertinggi di 14.916 per dolar AS.
Investor Optimis
The Fed menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 75 basis poin (bps).
Kenaikan tersebut untuk bulan kedua berturut-turut setelah sebelumnya pada Juni lalu menaikkan tingkat suku bunganya.
Baca juga: Dolar Kembali Catatkan Penurunan, di Tengah Kekhawatiran Pengetatan Kebijakan The Fed
"Sejauh ini pelaku pasar dan investor mampu menerima situasi dan kondisi tersebut, sehingga pasar pun juga optimis bahwa kenaikkan tingkat suku bunga akan mulai melambat. Meskipun tingkat suku bunga naik, tapi ada potensi bahwa pasar akan kembali bergairah hari ini," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Kamis (28/7/2022).
Sebab, Gubernur The Fed Jerome Powell membuat pernyataan yang menenangkan kemarin dengan menolak bahwa perekonomian Amerika akan menuju resesi.
Seperti diketahui, kenaikan suku bunga ini ditengah situasi dan kondisi yang kian semakin memanas akibat tingginya inflasi di Amerika dalam kurun waktu 40 tahun terakhir.
"Pada akhirnya The Fed harus kembali menaikkan tingkat suku bunganya. Meskipun di atas kertas ada kemungkinan The Fed untuk menaikkan hingga 100 bps, tampaknya The Fed tetap akan berhati hati untuk menjaga volatilitas yang terjadi di pasar," kata Nico.
Adapun dengan kenaikkan 75 bps, total yang sudah dinaikkan dalam kurun waktu dua bulan sudah mencapai 150 bps, dan ini merupakan kenaikkan paling tinggi setelah Paul Vocker lakukan pada awal 1980an.
Baca juga: The Fed Resmi Naikkan Suku Bunga Lagi 75 Bps, Analis: Bikin Investor Optimis
The Fed juga menyatakan, bahwa ada kemungkinan pada pertemuan berikutnya, akan menaikkan kembali tingkat suku bunganya dengan besaran yang sama, namun semua akan kembali kepada data sekarang dan nanti.
"The Fed selanjutnya akan berkumpul pada bulan September ya pemirsa, di mana ini merupakan suatu cerita lanjutan dari perjalanan The Fed tahun ini.Semoga saja, setelah kenaikkan ini, inflasi dapat segera mengalami penurunan, sehingga The Fed tidak perlu menaikkan tingkat suku bunga dengan besaran yang sama seperti saat ini," pungkas Nico. (Tribunnews.com/Kontan)