Marak Startup Berguguran, John Riady:Usaha Rintisan Masih Sangat Membutuhkan Likuiditas yang Tebal
IPO masih menyisakan problem mendasar saham startup yang harus bertarung dengan ekspektasi publik, serta likuiditas pasar.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini, banyak usaha rintisan berbasis teknologi (startup) digital berguguran, hingga terpaksa melakukan berbagai efisiensi untuk bertahan. Gejala tersebut diistilahkan sebagai tech winter.
Direktur Eksekutif Lippo Group sekaligus pendiri Venturra Capital, John Riady menanggapi maraknya fenomena ini.
Menurutnya, situasi belakangan layak diakui sebagai badai yang menghempas usaha rintisan di hampir semua lini.
Baca juga: Startup Unicorn Ajaib Ajak Gubernur Ganjar Edukasi Generasi Milenial Hindari Investasi Bodong
Bahkan menurutnya, gelembung pecah usaha rintisan tidak saja terjadi di Indonesia, melainkan pula di pasar global.
"Kondisi indikator makro ekonomi yang masih melemah hingga goncangan geopolitik akibat ketegangan di Eropa dan Asia Timur menggoyahkan fondasi usaha rintisan," ucap John Riady, Senin (15/8/2022).
"Karena, usaha rintisan masih sangat membutuhkan likuiditas yang tebal sebagai kapital, serta stabilitas pasar," sambungnya.
Ia melanjutkan, di tengah dinamika tersebut, tren usaha rintisan melantai di bursa pun semakin marak sebagai jalan keluar dari krisis pendanaan.
Tren serupa pun tengah melanda bursa di Indonesia, berbagai usaha rintisan berbasis teknologi informasi melakukan Initial Public Offering (IPO).
Exit strategy usaha rintisan meretas jalan IPO pun menjadi mulus seiring regulasi yang memungkinkan startup menjaring dana.
Sebagai bentuk new economy, otoritas bursa bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menggelar karpet merah bagi usaha rintisan melangsungkan IPO.
Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah menyiapkan papan pencatatan baru yang didedikasikan bagi barisan new economy.
Baca juga: Legislator: Perkembangan Startup sangat Bermanfaat bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Harapannya, dengan strategi tersebut gairah pasar tetap terjaga bagi usaha rintisan setara dengan papan utama.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan POJK Nomor 22/POJK.04/2021 terkait Multiple Voting Shares (MVS), yang membuka jalan perusahaan rintisan untuk masuk ke pasar modal.
MVS yang berlaku dalam jangka waktu tertentu itu diharapkan memproteksi visi dan strategi inovasi usaha rintisan yang digagas para pendiri, meskipun startup telah dimiliki publik.
“Langkah otoritas, baik bursa maupun OJK saling melengkapi. Satu sisi pasar akan tetap bergairah dengan habitat khusus new economy, usaha rintisan pun semakin percaya untuk melantai karena tidak kehilangan kendali inovasi,” tambah John.
Persoalannya, walau banyak dilakukan usaha rintisan di luar negeri, IPO hanya salah satu cara usaha rintisan menopang pendanaan.
IPO masih menyisakan problem mendasar saham startup yang harus bertarung dengan ekspektasi publik, serta likuiditas pasar.
“Persoalan fundamental lainnya yakni seberapa besar impact inovasi yang solutif terus diciptakan oleh startup tersebut,” papar John.
Berkaca pada indeks S&P 500 Information Technology Sector outperform, selama 2014 hingga 2021, saham perusahaan teknologi mengantongi kenaikan mencapai 422 persen (22,9 persen per tahun).
Torehan itu memang lebih tinggi dibandingkan indeks S&P 500 yang naik 158 persen (12,6 persen per tahun).
Baca juga: Startup B2B Ini Berhasil Digitalisasi 1,5 Juta Pelaku Usaha di 9 Kota
Namun demikian, reli saham teknologi mulai memudar sejak akhir 2021 hingga sepanjang tahun berjalan 2022. Kini, kesenjangan kinerja saham teknologi dengan penghuni indeks S&P 500 semakin melebar.
Hal serupa, kata John, juga terjadi di dalam negeri. Dari IPO beberapa perusahaan teknologi dengan status unicorn, malah menghadapi koreksi pasar yang cukup dalam.
Di sisi lain, kenyataan demikian memang tak dapat dihindarkan. “Yang terpenting, usaha rintisan itu tetap memiliki prospek dan inovasi yang menjanjikan serta memberikan solusi,” jelas John.
Dia mengungkapkan sebagai investor startup melalui Venturra Capital, hal terpenting dari usaha rintisan adalah valuasi serta forecast future.
Sebagaimana dilakukan Lippo Group dalam upaya mengembangkan berbagai usaha rintisan, prinsip mendasar adalah mencari dan menyeleksi mitra yakni para founder serta startup yang mempunyai visi menyelesaikan persoalan masyarakat.
“Artinya, selama startup itu menawarkan solusi kepada masyarakat dan mengembangkan inovasi yang selalu relevan, maka akan tetap memiliki prospek cerah,” pungkas John.