Para Menteri hingga Wapres Kompak Sebut Subsidi Energi Jebol Jika Harga BBM Tak Naik
Sejumlah pejabat kompak memberikan sinyal kuat terkait rapuhnya anggaran belanja negara jika kembali menggelontorkan subsidi energi.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar, tampaknya bakal terjadi dalam waktu dekat.
Dimana diketahui, saat ini harga minyak dunia mengalami fluktuasi. Hal tersebut berdampak kepada anggaran subsidi energi, khususnya BBM serta listrik yang meningkat tajam, dan ini berpotensi rawan jebol.
Ditambah lagi, saat ini kuota BBM subsidi jenis Pertalite kian tipis.
Sejumlah pejabat di pemerintahan secara kompak juga memberikan sinyal kuat terkait rapuhnya anggaran belanja negara jika kembali menggelontorkan subsidi untuk sektor energi.
Baca juga: Meski Tuai Penolakan, Tapi Jokowi Akan Umumkan Kenaikan Harga BBM Pekan Depan Kata Luhut
Jajaran pejabat yang dimaksud mulai dari para Menteri hingga Wakil Presiden.
Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya potensi anggaran subsidi energi jebol, atau lebih dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2022.
Sri Mulyani mengatakan, pada tahun ini pagu anggaran subsidi energi yang terdiri dari BBM, elpiji, dan listrik mencapai Rp 502,4 triliun.
Baca juga: APBN Surplus, Jokowi Sebut Pemerintah Beri Subsidi Energi Rp 502 Triliun
"Kami melihat dengan volume yang cukup besar, ini (anggaran subsidi energi) bisa mungkin terlewati," ucap Sri Mulyani seperti dilansir Kompas.
Sebagaimana diketahui, belanja subsidi energi mengalami peningkatan signifikan pada tahun ini, seiring dengan melonjaknya harga minyak mentah dunia.
Asumsi Indonesian Crude Price (ICP) dalam APBN 2022 telah diubah menjadi 100 dollar AS per barrel, dari semula hanya 63 dollar AS per barrel.
Tingginya subsidi komoditas energi juga menjadi salah satu alasan utama proyeksi anggaran belanja pada tahun ini membengkak, menjadi Rp3.169,1 triliun.
Padahal, tanpa adanya lonjakan subsidi energi, target belanja negara sebenarnya hanya mencapai Rp 2.714,1 triliun.