Daerah Bakal Diguyur Dana Rp 811,7 Triliun Dari APBN 2023
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan tertulisnya menyatakan, angka tersebut meningkat dibanding tahun lalu
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Masyarakat di daerah tahun depan bakal diguyur dengan uang dari pemerintah pusat melalui Transfer ke Daerah (TKD)senilai Rp 811,7 triliun.
Hal tersebut termuat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan tertulisnya menyatakan, angka tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp 799,1 triliun.
“Ini pertama kali semenjak terjadinya pandemi (Covid-19), TKD akan menembus angka Rp 800 triliun lagi yaitu Rp 811,7 triliun,” ungkap Sri Mulyani.
Menurutnya, TKD Tahun Anggaran 2023 diarahkan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Termasuk pelayanan kesehatan dan pendidikan karena menjadi layanan yang didesentralisasikan.
Baca juga: Defisit APBN 2023 Hanya 2,85 Persen, Menparekraf Bakal Lebih Jeli Susun Program agar Tepat Sasaran
Sri Mulyani mengatakan, pengalokasian TKD ini dipengaruhi oleh adanya beberapa provinsi baru di Papua dan peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) karena kenaikan harga komoditas.
“Kita punya beberapa provinsi baru di Papua dan juga kita berharap untuk DBH kita harus membayarkan karena harga komoditas yang tinggi tahun depan harus kita bayarkan ke daerah,” jelas Sri Mulyani.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mengatakan kebijakan umum TKD Tahun 2023 dirancang untuk, pertama, meningkatkan sinergi kebijakan fiskal pusat dan daerah serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.
Kedua, memperkuat kualitas pengelolaan TKD yang terarah, terukur, akuntabel, dan transparan. Ketiga, meningkatkan kemampuan perpajakan daerah dengan tetap menjaga iklim investasi, kemudahan berusaha, dan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, mendorong pemanfaatan instrumen pembiayaan untuk mengatasi keterbatasan kapasitas fiskal dan kebutuhan percepatan pembangunan.
Pembiayaan Utang Tahun Depan Rp 696,3 Triliun
Sementara itu pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp 696,3 triliun untuk pembiayaan utang pada tahun depan.
Angka ini menurun jika dibandingkan dengan target pembiayaan utang yang ada dalam APBN 2022 yakni Rp 870,5 triliun maupun outlook di tahun ini yang sebesar Rp 757,6 triliun.
Mengutip Buku II Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023, pembiayaan utang tahun depan menurun karena kondisi perekonomian diperkirakan semakin membaik.
“Hal ini diharapkan dapat mendorong perbaikan kinerja APBN sehingga defisit APBN dapat ditekan kembali dan pembiayaan utang semakin menurun,” demikian tertulis dalam buku tersebut.
Namun demikian, perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian, antara lain disebabkan oleh konflik geopolitik Rusia Ukraina yang berdampak pada kenaikan harga komoditas energi dan pangan, serta adanya supply disruption yang menimbulkan inflasi di beberapa negara.
Baca juga: Kurangi Beban APBN, Anggota Komisi VII Dorong Pemerintah Berani Putuskan Kenaikan Harga BBM Subsidi
Selain itu, tren peningkatan suku bunga juga menjadi tantangan bagi Pemerintah untuk memenuhi pembiayaan utang dengan biaya dan risiko yang terkendali.
Adapun sebagian besar pembiayaan utang tahun 2023 akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Instrumen pinjaman tersebut, akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan atau proyek prioritas pemerintah.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar rencananya dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah–panjang.
Pemerintah menetapkan lima arah kebijakan pembiayaan utang tahun 2023. Pertama, utang sebagai instrumen untuk mendukung pencapaian target pembangunan yang dikelola secara prudent, efisien, dan sustainable.
Kedua, pendalaman pasar untuk mendukung fleksibilitas dan pengendalian vulnerabilitas utang. Ketiga, mengendalikan risiko utang untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Keempat yaitu mengoptimalkan penerbitan SBN di pasar domestik dan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko.
Baca juga: APBN Kuartal I 2022 Surplus Rp 73,6 Triliun, Komisi XI: Tidak Perlu Euforia
Kelima, memanfaatkan pinjaman tunai dalam kerangka fleksibilitas pembiayaan untuk menjamin pemenuhan pembiayaan guna mendukung agenda pembangunan, dengan tetap mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan underlying.
Lebih lanjut, Pembiayaan utang juga diharapkan dapat mendukung tercapainya kebijakan tersebut melalui peran utang sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi.
Dalam pengelolaan utang, pemerintah terus berkomitmen akan mengedepankan prinsip kehati-hatian, menjaga agar selalu dalam koridor kesinambungan fiskal, dan memperhatikan kerentanan risiko fiskal.
Adanya batasan rasio utang 60 persen terhadap PDB dan batasan defisit APBN 3% terhadap PDB merupakan cerminan disiplin fiskal agar utang pemerintah tetap terkendali dan aman bagi keberlangsungan fiskal jangka Panjang.
Selain penarikan utang baru, pemerintah juga akan melakukan belanja pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri di tahun depan sebesar Rp 441,4 triliun.
Untuk pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 426,8 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 14,6 triliun. (Kontan/Siti Masitoh/Noverius Laoli)