Tak Tepat Sasaran, DEN Berharap Peraturan Pembatasan Beli BBM Bersubsidi Segera Rampung
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, bahwa konsumsi Pertalite masih banyak dinikmati oleh masyarakat golongan atas.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) mendorong pemerintah untuk segera merampungkan revisi aturan mekanisme penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi khususnya Pertalite.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Anggota DEN, Satya Widya Yudha mengatakan, hal ini perlu dilakukan agar kuota Pertalite tidak jebol dan tidak berdampak kepada anggaran subsidi energi negara.
Seperti diketahui, berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, bahwa konsumsi Pertalite masih banyak dinikmati oleh masyarakat golongan atas atau kelas mampu.
Baca juga: Pemerintah Masih Kaji Opsi Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Dimana, sebanyak 40 persen kelas bawah menikmati 20,7 persen dari total konsumsi. Sementara 60 persen kelas atas menikmati hampir 79 persen dari total konsumsi.
“Kalau kita lihat pola distribusi BBM kita itu menggunakan pola distribusi terbuka, sehingga semua orang masih bisa menjangkau komoditas yang dibutuhkan yaitu seperti BBM,” ucap Satya dikutip dalam diskusi virtual, Kamis (25/8/2022).
Jika ditilik lebih lanjut, menurut Satya, penyaluran BBM subsidi khususnya Pertalite, kurang sejalan dengan amanat Undang-Undang 30 tahun 2007 tentang penyediaan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
“Dengan distribusi terbuka maka itu sudah tidak senafas dengan UU 30/2007 yang harus tepat sasaran,” paparnya.
Satya pun mengapresiasi Pertamina yang melakukan pencatatan awal untuk memperoleh data yang valid dalam rangka penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran melalui inovasi digital MyPertamina.
“Makanya Pertamina mengeluarkan satu ide bagaimana membatasi, yang dimana itu sempat ribut dan dipertanyakan. Dan ini harus mendapatkan payung hukum karena itu dibatasi, maka Perpres 191/2014 menjadi rujukan,” papar Satya.
“Harus detail nanti siapa saja yang berhak menggunakan, itu nanti jadi acuan pembatasan dengan aplikasi,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.