Bergantung Nasib pada Pabrik Rokok
Sri Sunarti khawatir wacana menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berimbas pada pekerjaannya
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
"Awalnya saya diajak teman saya kerja disini tahun 2002. Saya lumayan pesimis, tapi disini tidak membedakan yang sempurna dengan tidak dan saya nyaman kerja disini karena tidak mendiskriminasi antar karyawan," ungkap Amarul.
Amarul juga mendapat fasilitas kesehatan dan juga merasakan adanya bonus-bonus dari perusahaan.
Ia pun bersukur dari pabrik itu dirinya bisa mencukupi kehidupan dan kebutuhan keluarganya.
"Selama ini saya bisa mencukupi kebutuhan keluarga, menyekolahkan anak dan jadi tulang punggung keluarga," sambungnya.
Suami Amarul hanya bekerja sebagai serabutan yang penghasilannya tak menentu, oleh karenanya keluarganya sangat bergantung dengan pabrik rokok itu.
Ia tak bisa membayangkan kedepannya jika perusahaan tempat ia bekerja itu tutup.
"Suami saya kerja serabutan, kami harap perusahaan bisa terus berjalan dan kami bisa tetap bekerja menghidupi keluarga kami," tukasnya.
Bertahan dari Pandemi
Situasi pandemi banyak membuat perusahaan gulung tikar.
Tapi pabrik rokok AAJ masih bisa bertahan dengan situasi itu, bahkan masih bisa membuka rekrutmen untuk tenaga baru.
Hal itulah yang disyukuri oleh Andini (20), karyawan baru yang bekerja sejak 2020 lalu.
Andini yang berasal dari Kuningan Jawa Barat itu menjadi korban PHK di perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya.
Dirinya sempat bingung harus bekerja dimana lagi, ijazah yang ia miliki hanya lulusan SMA.
Beruntung, ia mendapat informasi dari kerabat di Salatiga, ada perusahaan rokok yang membuka lowongan kerja.