Ekonomi Indonesia Mulai Pulih dari Pandemi, Apakah di 2023 Akan Terimbas Resesi?
Konsumsi masyarakat kini jadi tumpuan pertumbuhan ekonomi RI karena tanda-tanda perlambatan ekonomi global dan resesi sudah terlihat di depan mata
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan kekhawatiran akan terjadinya resesi besar dunia di tahun 2023 ramai jadi perbincangan di kalangan masyarakat dan ekonom hingga pejabat pemerintah.
Menurut praktisi pasar modal Adhy S Putera, S.Kom., MM., WPPE masa-masa sulit di awal pandemi Covid-19 di tahun 2020 itulah justru yang merupakan situasi yang sangat parah.
Perekonomian di hampir di seluruh belahan dunia melambat, bahkan terhenti.
"Indonesia berhasil melalui masa kelam tersebut dengan sangat baik, dimana saat ini kita rasakan bounce back ekonomi kita sangat signifikan," kata Adhi, Rabu (19/10/2022)
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada September 2022 mencatatkan surplus mencapai US$ 4,99 miliar, bahkan ekspor Indonesia pada September 2022 melesat 20,28 persen yoy (year on year) mencapai US$ 24,80 miliar.
Sementara aksi beli bersih (net foreign buy) asing di pasar negosiasi dan pasar tunai di bursa efek indonesia dalam seminggu terakhir sebesar Rp3,07 triliun.
"Tahun 2023 sisa dua bulan lagi, apakah segelap yang dibayangkan banyak pihak mengenai kondisi ekonomi Indonesia nantinya," tutup Adhy.
Mengutip Kontan, ekonom senior yang juga mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, resesi ekonomi akan membuat masyarakat menahan belanjanya.
Padahal, konsumsi masyarakat saat ini menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi.
Menurutnya, melihat sekarang tanda-tanda perlambatan ekonomi global dan resesi sudah terlihat. Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) akan berimbas pada perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS.
Beban utang mereka akan naik, porsi investasi turun, perusahaan yang berpenghasilan dan repatriasi profit dalam dolar akan terpukul. Dengan kata lain, dunia usaha memang akan mengalami kontraksi.
Di sisi lain, ruang fiskal pemerintah juga menyempit. Setelah ada kondisi luar biasa berupa Covid-19 yang membuka lebar peluang pemerintah untuk memberi banyak insentif fiskal, pada tahun 2023, ruang fiskal bagi pemerintah makin sempit. Sehingga, kemungkinan kontraksi konsumsi pemerintah makin besar.
“Saya khawatir pembicaraan mengenai resesi ini membuat orang-orang jadi menghentikan belanja. Dulu memang saya dinasihati hemat pangkal kaya. Namun, sekarang, dalam pemulihan ekonomi, belanja pangkal pulih,” ujar Chatib di acara Indonesia Knowledge Forum BCA, Selasa (18/10/2022).
Untuk menggenjot konsumsi rumah tangga, dia menyarankan agar pemerintah fokus dalam memperkuat daya beli masyarakat. Kebijakan fiskal harus fokus untuk melindungi masyarakat kelompok menengah bawah.
“Dengan konsumsi rumah tangga yang tetap berjalan, maka efek perlambatan ekonomi dan resesi global akan minim ke Indonesia,” ungkapnya.