Aturan Check In di Hotel Berimplikasi ke Wisatawan, Turis Asing Bisa Dijerat Pasal Perzinaan
Hariyadi Sukamdani memandang persoalan check-in di hotel seharusnya sudah ranah privat dan tidak diatur dalam negara apalagi dianggap perbuatan pidana
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Dia menambahkan, jangan sampai ada peraturan yang menghambat pemulihan bisnis di sektor pariwisata seperti wacana check in tidak menikah bisa kena pidana.
"Kita harap jangan ada tantangan-tantangan lagi seperti RKUHP, walaupun delik aduan tidak perlu masuk ranah pidana. Sementara, kalau hotel syariah dikembangkan silahkan, tapi tidak seluruh Indonesia karena Indonesia beragam, jangan semua disyariahkan," pungkasnya.
Baca juga: PHRI Minta Pasangan Belum Nikah Check In di Hotel Tak Masuk Ranah Pidana: Ganggu Industri Pariwisata
Pindah ke Apartemen
Wakil Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Sudrajat mengatakan, rancangan aturan tersebut harus lebih jelas dan tidak merugikan pengusaha.
Sudrajat menyebut apabila yang dipermasalahkan check in di hotel, pengusaha kemungkinan akan melirik segmen lain misalnya apartemen.
"Sebetulnya pelaku industri perhotelan itu akan berdampak meskipun positif, hanya memang akan timbul masalah karena orang harus bawa surat nikah, tapi selama sesuai agama apapun positif," katanya.
Menurutnya, secara bisnis peraturan terkait perzinahan ini merugikan para pelaku bisnis perhotelan saja.
"Ini yang jadi masalah tindak pidananya, pelaku hotel ikut tanggung jawab sampai sejauh mana? Kalau begitu yang di kos-kosan, villa-villa bagaimana? Kalau menyasar hanya ke hotel, hotel menjadi restricted area, artinya merepotkan," pungkasnya.
Baca juga: Pasangan Check In Hotel Belum Nikah Dipidana, GIPI: Harus Jelas, Nanti Orang Enggan Bisnis Hotel
Pengusaha Hotel di kawasan Kuta Bali yang tidak mau disebutkan namanya memandang aturan perzinahan baik apabila dilihat dari sisi spiritual. Namun ia mempertanyakan bagaimana fungsi pengawasan di lapangan karena sangat banyak hotel-hotel transit yang digunakan untuk perzinaan.
"Kalau aturan ini menyasar ke hotel-hotel melati sudah tepat dan menjadi tempat bisnis prostitusi tetapi kalau untuk hotel berbintang katakanlah hotel bintang tiga ke atas mereka pure bisnis dan membuka banyak lapangan kerja di sana," tegasnya.
Dirinya khawatir akan banyak hotel yang gulung tikar akibat pasal pidana perzinaan di hotel tersebut disahkan. (Tribun Network/nas/yat)