Investor di BEI Tunggu FOMC The Fed, Suku Bunga, Kredit dan Neraca Perdagangan Masih Pengaruhi IHSG
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed diperkirakan bakal ikut mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed diperkirakan bakal ikut mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan ini.
Para investor masih menunggu rilis FOMC Minutes atau rapat dewan gubernur (RDG)-nya bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
Sentimen tersebut akan menambah tiga sentimen sebelumnya pada pekan lalu yang diperkirakan masih memiliki pengaruh pada perdagangan saham pekan ini.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan, ketiga sentimen pekan lalu terdiri dari rilis terbaru neraca perdagangan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), dan pertumbuhan kredit.
Baca juga: IHSG Diprediksi Menguat Terbatas pada Perdagangan Hari Ini
Sementara itu, pada pekan ini investor masih menunggu rilis FOMC Minutes bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
Terkait neraca perdagangan, Indonesia mencatatkan surplus US$ 5,67 miliar pada Oktober 2022, lebih tinggi dari ekspektasi konsensus yang hanya sebesar US$ 4,52 miliar.
Hal tersebut terjadi berkat ekspor yang naik 12,3 persen year on year (yoy) menjadi US$ 24,81 miliar dan impor yang meningkat 17,4% yoy menjadi US$ 19,14 miliar.
Surplus neraca perdagangan ini ditopang oleh sektor non-migas. Dari awal tahun, neraca perdagangan Indonesia 2022 sudah surplus sebesar US$ 45,52 miliar.
"Ini angka yang cukup besar dan akan menjadi sentimen positif untuk Gross Domestic Product (GDP) Indonesia karena akan tercatat sebagai penambah pertumbuhan ekonomi," kata Mino dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/11).
Kemudian, terkait suku bunga acuan BI, Mino menilai kenaikan suku bunga sebesar 50 basis points (bps) akan menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi.
Hal ini juga untuk memastikan bahwa inflasi inti ke depan dapat kembali ke target 3,0±1% lebih awal, yakni di paruh pertama 2023.
Lalu, terkait pertumbuhan kredit Oktober 2022 yang sebesar 11,95% yoy, Mino melihat pertumbuhan ini ditopang oleh peningkatan seluruh jenis kredit di semua sektor.
Baca juga: IHSG Kamis Pagi Dibuka Melorot 0,21 Persen ke 7.003
Pemulihan kinerja korporasi dan rumah tangga yang berlanjut turut menjadi penopang peningkatan kredit, begitu juga dengan pertumbuhan kredit UMKM.
Menurut Mino, pertumbuhan kredit ini sebenarnya menjadi salah satu sinyal atau indikator awal bahwa suatu ekonomi itu sehat atau tidak. Kalau masih tumbuh artinya ekonomi suatu negara itu masih akan positif.
Untuk pekan ini, investor akan menanti rilis FOMC Minutes The Fed yang sejatinya berbentuk notula rapat The Fed yang telah dilakukan sebelumnya.
Investor menanti apakah The Fed akan mengendurkan kenaikan suku bunganya karena pada rapat The Fed terakhir memutuskan untuk menaikkan suku bunga 75 bps menjadi 4%.
"Di market saat ini konsensusnya sudah turun, kemungkinan naiknya di 50 bps. Dua bulan terakhir market kita cukup tertekan dengan sikap dari The Fed yang cukup agresif dalam menaikkan suku bunga," tutur Mino.
Baca juga: Ikuti Bursa Saham Asia, IHSG Rabu Ditutup di Zona Merah, Saham GOTO Naik Paling Tinggi
Jika The Fed hanya akan menaikkan suku bunga di 50 bps, maka akan menjadi sentimen yang cukup positif untuk pasar. Alhasil, BI kemungkinan juga hanya akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.
"Artinya suku bunga acuan Indonesia di akhir tahun hanya akan di level 5,5%. Ini sinyal yang cukup postif," kata Mino.
Untuk kebutuhan trading pekan ini, Mino merekomendasikan buy saham-saham dari sektor barang konsumen primer, barang konsumen non-primer, barang baku, dan teknologi. Sebut saja CMRY (support Rp 4.520, resistance Rp 4.710), SIDO (support Rp 740, resistance Rp 785), LPPF (support Rp 4.920, resistance Rp 5.125), TPIA (support Rp 2 360, resistance Rp 2.410), dan GOTO (support Rp 212, resistance Rp 240). (Nur Qolbi/Noverius Laoli)