Indonesia Jadi Titik Terang Gelapnya Dunia, Jokowi: Hati-hati, Ekonomi Global Tidak di Posisi Normal
Pertumbuhan ekonomi di kuartal II-2022 tumbuh 5,44 persen dan kuartal III-2022 tumbuhebih baik di angka 5,72 persen
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Membaiknya kinerja ekonomi domestik tercermin dari pertumbuhan yang berada di atas 5 persen secara tahun ke tahun (yaer on year) selama 4 kuartal secara beruntun.
Kemudian, tingkat inflasi nasional terpantau di angka 5 persen, relatif lebih baik jika dikomparasi dengan negara lain yang berada di atas 10 persen.
"Dengan capaian ini, memang APBN bekerja luar biasa keras. Namun kita tetap mencermati bahwa terjadi perkembangan global yang perlu diwaspadai," ucap Sri Mulyani.
Baca juga: OECD Prediksi Eropa Jadi Wilayah yang Paling Terpukul Perlambatan Ekonomi Global
Menkeu juga mengungkapkan, optimisme pemulihan ekonomi perlu terus dijaga.
Namun pada saat yang sama, Indonesia juga perlu waspada terhadap risiko global yang berasal dari sejumlah permasalahan.
Mulai dari geopolitik, penerapan zero policy Covid-19 di Tiongkok, dampak pengetatan kebijakan moneter di negara maju dalam rangka mengendalikan inflasi, hingga kenaikan suku bunga global.
"Risiko ekonomi yang telah berubah. Dari ancaman pandemi sekarang menjadi ancaman financial yang membutuhkan respon berbeda dan kewaspadaan yang tinggi," pungkas Sri Mulyani.
Waspadai Lima Hal
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ketidakpastian global hingga kini masih menghantui kondisi perekonomian seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Hal ini buntut dari masih bergejolaknya perang Rusia-Ukraina, memanasnya perang dagang Tiongkok-Amerika Serikat (AS), hingga adanya kebijakan lockdown di Tiongkok untuk memerangi kasus Covid-19.
Perry melanjutkan, sederet permasalahan tersebut bakal memberikan dampak terhadap perekonomian global, yang tentunya wajib diwaspadai Indonesia.
"Kita perlu waspadai 5 masalah ini dari ekonomi global. Pertama, pertumbuhan menurun atau (akibat adanya) risiko resesi di AS dan Eropa meningkat," ucap Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center, Rabu (30/11/2022).
Kedua, lanjut Perry, inflasi yang sangat tinggi alias high inflation. Tingginya inflasi dikarenakan harga energi dan pangan global.
Ketiga, adanya tren peningkatan suku bunga tinggi oleh Bank Sentral AS alias The Fed, yang juga diikuti oleh Bank Sentral dari negara-negara lain.