Banyak Penyalahgunaan, BPH Migas Akui Pengawasan Distribusi BBM Bersubsidi Belum Optimal
Sistem pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih belum optimal karena masih banyak ditemukan penyalahgunaan di berbagai daerah.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati mengakui, sistem pengawasan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi masih belum optimal.
Menurut Erika, hal tersebut menjadi faktor atas penyalahgunaan BBM bersubsidi yang terjadi selama tahun 2022.
"Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi ini, salah satunya sistem pengendalian dan pengawasan dalam pendistribusian BBM solar bersubsidi ini, yang kami akui masih belum optimal," kata Erika dalam Konferensi Pers Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Tahun 2022 Hasil Kerja Sama BPH Migas dengan Polri, di Gedung BPH Migas, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Erika berujar, faktor lainnya adalah disparitas harga antara solar bersubsidi dengan solar yang digunakan untuk industri. Hal itu mengacu pada harga penjualan solar yang ditetapkan pemerintah lebih murah dibandingkan harga dipasaran.
"Jadi sebagaimana kita ketahui harga untuk solar subsidi itu sudah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.800, sementara di pasaran sekarang harga solar untuk industri itu berkisar di angka Rp 20.000," ungkap Erika.
"Jadi angka selisihnya itu sangat besar dan ini juga salah satu yang menimbulkan keinginan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penyalahgunaan BBM bersubsidi," sambungnya.
Permintaan solar untuk industri dinilai sangat besar utamanya penggunaan solar yang dipergunakan bagi pelabuhan.
Baca juga: Penyalahgunaan BBM Subsidi Tahun 2022: Polri Tangani 919 Kasus, Tetapkan 1.137 Tersangka
Erika menyebutkan, faktor lain adalah belum adanya pengaturan atas penyaluran BBM bersubsidi dengan BBM yang dikonsumsi bagi industri.
"Tidak adanya perbedaan spesifikasi antara solar subsidi dengan solar yang digunakan untuk industri. Jadi barang yang sama bisa digunakan untuk subsidi bisa digunakan untuk industri," tutur dia.
"Jadi itu juga mungkin yang menyebabkan orang menjadi lebih berani begitu melakukan penyalahgunaan BBM kasus-kasus penyalahgunaan BBM," ucapnya.
Selama tahun 2022, BPH Migas menyatakan mengungkap kasus penyalahgunaan BBM solar bersubsidi, sebanyak 786 kasus dengan barang bukti sebanyak 1.422.263 liter solar bersubsidi sepanjang tahun 2022. Adapun dari barang bukti tersebut, total kerugian mencapai Rp 17 miliar.