Apindo: Jika Zero ODOL Berlaku, Barang China Bisa Serbu RI karena Logistik Murah
Apindo menyatakan, pelaku usaha mendukung kebijakan zero Over Dimension Overload (ODOL), tapi untuk mencapai itu harus ada transisinya.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Sanusi
"Tetapi kembali lagi, bahwa pengusaha ini membawa komoditas-komoditas yang saat ini termasuk pangan, bahan-bahan Infrastruktur. Jadi memang kita harus dengerin semua pihak," tegas dia.
Di sisi lain, Adita mengaku, Kemenhub sudah berencana menerapkan kebijakan pemberantasan kapasitas muatan truk sejak dua tahun lalu atau sebelum adanya pandemi Covid-19.
Namun, kebijakan itu sempat ditangguhkan lantaran kondisi pandemi Covid-19 yang menyerang sektor pangan dan perekonomian sehingga tidak memungkinkan menerapkan kebijakan ODOL.
"Ada beberapa krisis kelangkaan pangan seperti minyak goreng dan sebagainya. Sehingga kita harus meninjau lagi dan setelah kita diskusi dengan para stakeholder ini memang harus ada tahapan yang kita sepakati bersama," ungkapnya.
Baca juga: Gaikindo: Tak Masalah Jika Aturan ODOL Diterapkan Mulai Awal 2023
Ditolak
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto memperkirakan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (ODOL) yang rencananya diterapkan awal 2023, akan menyebabkan ongkos angkut barang naik sebesar 240 persen.
Kenaikan ongkos angkut sebesar ini otomatis akan mempengaruhi juga harga jual keramik ke konsumen yang diperkirakan minimal sebesar 20 persen sampai 25 persen.
“Kajian internal di ASAKI berkaitan dampak penerapan Zero ODOL yang nanti akan direncanakan di tahun depan. Kami sudah menghitung dengan jumlah muat keramik yang harus turun 70 persen akibat ODOL ini akan mengakibatkan ongkos angkut naik sekitar 240 persen,” ujarnya dalam webinar bertema "Pelaksanaan Zero ODOL 2023 Perlu Pertimbangkan Dampak Ekonomi dan Sosial" baru baru ini.
Menurutnya, yang nantinya ikut terbebani akibat kenaikan ongkos angkut itu adalah para konsumen dan dari hitung-hitungan yang sudah dilakukan ASAKI, kenaikan ongkos kirim sebesar 240 persen akan memicu naiknya harga jual ke konsumen minimal sebesar 20 persen hingga 25 persen.
“Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kemampuan daya beli masyarakat terhadap rencana kenaikan harga jual produk keramik tersebut? Apalagi di tengah ekonomi yang lagi sulit saat ini akibat pandemi,” katanya.
Tidak hanya itu, kata Edy, kenaikan harga jual keramik yang jelas juga akan berpengaruh terhadap harga produk properti yang pada ujungnya akan mempengaruhi inflasi dan penjualan di industri.