Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Biang Kelangkaan Minyakita Terungkap, Mulai Dari Kemasannya Dibuka Hingga Tying Sales

Penjualan bersyarat atau tying sales merupakan salah satu bentuk pelanggaran undang-undang persaingan usaha, sehingga menjadi fokus

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Biang Kelangkaan Minyakita Terungkap, Mulai Dari Kemasannya Dibuka Hingga Tying Sales
Tangkapan layar
Pantauan Tribunnews pada laman TikTok Shop pada Senin (13/2/2023), masih banyak penjual yang memperdagangkan Minyakita. 

Minyakita yang tadinya dibanderol dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter tersebut, kini bisa ditemui harganya melonjak di atas HET-nya.

Dikutip dari Kompas.com, Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menuding para produsen minyak goreng enggan memproduksi Minyakita.

Sahat mengungkapkan, para produsen sawit sengaja tidak memproduksinya lantaran minimnya keuntungan yang didapatkan.

Apalagi saat ini menurut dia, ekspor sawit sedang lesu-lesunya yang membuat para produsen tidak bisa menutup kerugiannya saat memproduksi Minyakita.

"Saya menduga mereka tidak memproduksi Minyakita ini karena tidak ada cuannya. Ekspor juga apa? Enggak ada untuk menutup kerugian mereka, tidak ada dari ekspor.

Ya, karena di ekspor pun sudah dipotong 142 dollar AS," ujar Sahat saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Menurut Sahat, produksi Minyakita tidak mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah sehingga produsen mau tak mau harus menutup kerugian itu dengan penghasilan ekspor.

Berita Rekomendasi

Sementara di sisi lain, pasar dunia saat ini sedang lesu karena adanya resesi global yang berpengaruh pada permintaan crude palm oil (CPO).

Akibatnya kata dia, terjadi penumpukan 6 juta ton CPO yang menumpuk di produsen sawit.

"Pengusaha itu punya tunggakan Pungutan Ekspor (PE) 6 juta ton, 6 juta ton, tidak dijadikan bahan ekspor.

Mulai dari tahun lalu sampai sekarang. Kenapa enggak diekspor? Ada 6 juta ton siap ekspor tidak mau ekspor, di luar negeri lagi resesi," jelas Sahat.

Oleh sebab itu, Sahat meminta kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan untuk tidak memungut alias menolkan Bea Keluar (BK) agar para pengusaha sawit kembali bergairah melakukan ekspor dan bisa menutupi kerugian mereka dalam memproduksi Minyakita.

"Solusinya, BK sementara ini dinolkan, selama 3 bulan saja sampai dengan Lebaran. Sehingga inisiatif ekspor mereka ada (kembali).

Dengan kondisi resesi global, para eksportir tidak bergairah untuk melakukan ekspor, 90 dollar AS untuk PE (pungutan ekspor BPDPKS), 50 dollar AS untuk BK," ujarnya.

Harga Terus Naik

Harga Minyakita terus naik harganya, di Pasar Minggu, Jakarta Selatan dibanderol sebesar Rp 15 ribu per liter, di atas harga eceran tertinggi (HET), yaitu Rp 14 ribu per liter.

Menurut salah seorang pedagang bernama Adi, hal itu dikarenakan Minyakita yang dibeli dari agen sudah dijual dengan harga tinggi.

"Dari agen dapatnya sudah Rp 29 ribu per dua liter. Kita otomatis jualnya Rp 30 ribu atau seliternya Rp 15 ribu," katanya kepada Tribunnews.com.

Adi mengaku, dulu agennya menjual Minyakita di bawah Rp 14 ribu sehingga bisa ia jual kembali sama seperti HET.

"Dulu kan baru-baru keluar harganya di bawah Rp 14 ribu, jadi kita jual Rp 14 ribu," katanya.

Kini, Adi sudah dua pekan tidak berjualan Minyakita dikarenakan stok yang sulit didapat. Ia sendiri tak tahu mengapa susah mendapatkannya.

"Ini jual Rp 15 ribu sudah dua minggu yang lalu. Sekarang satu piece saja enggak ada. Susah dapetin stok Minyakita. Sudah mutar-mutar, jarang ada barangnya," ujarnya.

Adi mengatakan belum tahu kapan stok Minyakita akan datang kembali. Sejauh ini, ia mengaku belum mendapatkan informasi apapun.

"Belum tau lagi kapan masuknya. Belum ada kabar apa-apa," ujarnya. (Tribunnews.com/Kontan.co.id/Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas