Kemenkop UKM Susun Instrumen Pembiayaan Surat Utang Kolektif untuk Usaha Kecil Menengah
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh UKM untuk bisa menerbitkan surat utang kolektif, antara lain harus memiliki badan hukum terlebih dahulu.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bersama Asosiasi Layanan Urunan Dana Indonesia (ALUDI) dan 13 Securities Crowdfunding (SCF) tengah menyusun instrumen pembiayaan bagi UKM berupa surat utang kolektif.
Surat Utang ini diharapkan dapat menjadi satu dari sekian pilihan bagi UKM untuk memperoleh pembiayaan jangka menengah.
Dari pembahasan yang dilakukan bersama dengan ALUDI dan 13 SCF, Asisten Deputi Pembiayaan dan Investasi UKM Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana menyebut mereka tertarik dengan rencana penerbitan surat utang kolektif yang akan dilakukan oleh UKM.
"Terutama karena adanya investor yang berasal dari institusi sebagai standby buyer sehingga surat utang kolektif yang diterbitkan kemungkinan dapat terjual dengan baik," kata Temmy dalam keterangannya, dikutip Selasa (14/2/2023).
Baca juga: Sepanjang 2022, Penyaluran Pinjaman ke UKM Melalui P2P Lending Naik Dua Kali Lipat
Menurut Temmy, guna mendorong penerbitan surat utang kolektif, pihaknya akan melakukan open call.
Nantinya, calon UKM yang berminat menerbitkan surat utang kolektif ini akan diminta untuk mendaftar.
Dari sana, KemenKopUKM akan melakukan verifikasi dan kurasi UKM yang selanjutnya UKM tersebut akan diajukan untuk dapat menjadi calon penerbit surat utang kolektif pada SCF.
Hanya saja, kata Temmy, tidak semua UKM bisa melakukan penerbitan surat utang kolektif.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh UKM untuk bisa menerbitkan surat utang kolektif, antara lain harus memiliki badan hukum terlebih dahulu, minimal memiliki CV atau PT.
Persyaratan lainnya adalah mempunyai laporan keuangan secara rutin yang diterbitkan tiap tahun.
SCF atau Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi lnformasi merupakan salah satu Lembaga keuangan non-bank sebagai sumber pendanaan alternatif yang dapat diraih oleh UKM, selain dari perbankan dan lembaga pembiayaan lain.
UKM bisa mendapatkan pendanaan melalui penawaran surat berharga (efek), baik berupa saham maupun berupa obligasi atau sukuk.
UKM dapat menawarkan efeknya melalui SCF, UKM menjadi penerbit yang menjual efek secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka.
"UKM sebagai penerbit nantinya akan menawarkan efeknya melalui penyelenggara SCF yang memiliki izin dari OJK," kata Temmy.
Ketentuan tentang SCF ini diatur dalam POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau yang sering dikenal dengan istilah Securities Crowfunding/SCF.
Penerbitan aturan ini dilakukan antara lain untuk mengadopsi budaya yang sangat lekat di tengah masyarakat Indonesia, yaitu budaya Gotong Royong.
Budaya tersebut kemudian diserap ke dalam bentuk aktivitas bisnis di pasar modal melalui konsep penawaran efek.
Hanya saja, mekanismenya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital atau sering disebut dengan istilah financial technology securities crowdfunding.
Dengan aturan ini, pemerintah lewat otoritas keuangan berharap bisa memberikan kemudahan kepada UKM untuk mendapatkan pendanaan alternatif.
Bukan hanya itu saja, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UKM yang menerbitkan SCF untuk turut berkontribusi dalam pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.
"Untuk terus mendorong perluasan akses pendanaan bagi UKM, KemenKopUKM juga terus melakukan pendampingan kepada UKM yang hendak mencari pendanaan lewat SCF. Sebab, tidak semua UKM paham dengan SCF," ujar Temmy.
Berdasarkan data ALUDI perkembangan industri SCF pada awal 2023, total penyelenggara SCF mencapai 15 platform, dengan 349 penerbit.
Jumlah pemodal atau investor SCF terus meningkat menjadi 141.377 dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp 749,73 miliar.
Angka ini bertumbuh cukup tinggi jika dibanding 2021. Pada tahun itu, baru ada 7 penyelenggara dengan 195 penerbit, serta investor yang melakukan investasinya di SCF untuk mendukung UKM naik kelas sebanyak 93.733 pemodal dengan dana terhimpun mencapai Rp413,19 miliar.