Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Perang Rusia-Ukraina Bikin Mata Uang Berbagai Negara Melemah Terhadap Dolar AS

Invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada puluhan mata uang sejumlah negara melemah terhadap dolar AS di 2022 yang mengakibatkan naiknya biaya impor.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Perang Rusia-Ukraina Bikin Mata Uang Berbagai Negara Melemah Terhadap Dolar AS
Twitter/am_misfit
Kondisi gedung kejuruan di Makiivka, Donetsk setelah serangan Ukraina di malam tahun baru 2023 yang menewaskan 89 tentara Rusia yang dimobilisasi dan ditempatkan di gedung tersebut. Ukraina menggunakan roket HIMARS buatan AS dalam serangan tersebut, Sabtu (31/12/2022). 

Pinjaman IMF Jadi Makin Mahal

Sementara itu, inflasi akibat perang mendorong Federal Reserve AS (The Fed), serta bank sentral terkemuka lainnya, menaikkan suku bunga.

Selama sebelas bulan terakhir, The Fed menaikkan suku bunga acuannya sekitar 4,5 poin persentase dalam upaya untuk memperlambat kenaikan harga.

Tertarik dengan imbal hasil yang lebih tinggi di AS, investor menarik dana mereka dari aset keuangan negara berkembang.

Eksodus keuangan menyebabkan depresiasi mata uang yang meluas bagi negara-negara berkembang terhadap dolar AS. Selain harga impor yang lebih tinggi, jatuhnya mata uang suatu negara juga membuat pembayaran utang luar negeri menjadi lebih mahal.

Untuk menutupi kekurangan, negara berkembang seperti Brasil dan India menerbitkan obligasi dalam mata uang mereka sendiri. Dalam langkah menghentikan depresiasi, mereka juga menarik sejumlah besar cadangan devisa. Tetapi bagi sebagian besar negara berkembang, langkah-langkah ini bukanlah suatu pilihan.

Dengan sedikit jalan untuk meminjam dari pemberi pinjaman swasta internasional, badan-badan resmi seperti IMF turun tangan untuk mengatasi masalah tersebut.

Berita Rekomendasi

Analisis pinjaman IMF oleh Universitas Boston menunjukkan, pada akhir tahun 2022, volume pinjaman yang disalurkan oleh IMF mencapai 95 miliar dolar AS dalam 27 program terpisah.

Ini lebih besar dari kredit terutang pada akhir tahun 2021, yang sudah menjadi rekor tahunan bersejarah.

“Masalah bagi negara-negara berkembang”, seperti yang diamati oleh mantan Menteri Keuangan Argentina Martin Guzman, “adalah bahwa pinjaman IMF juga menjadi lebih mahal.”

Guzman mengacu pada mata uang cadangan internasional IMF, yang dikenal sebagai Special Drawing Rights (SDR). Tingkat SDR adalah rata-rata tertimbang dari biaya pinjaman dari lima negara yang membentuk mata uang cadangan IMF.

“Tahun 2022, suku bunga pinjaman IMF naik seiring dengan kondisi pengetatan moneter di empat dari lima negara tersebut,” ujarnya merujuk pada kawasan AS, Inggris, Jepang, China, dan Euro.

Guzman menambahkan, "pinjaman IMF ke negara-negara miskin harus menghindari memicu siklus inflasi" dari ekonomi maju yang merupakan keranjang SDR dan berfokus pada tantangan neraca pembayaran di negara-negara peminjam.

“Untuk mengatasi sejumlah besar default negara selama beberapa tahun mendatang, harus ada otoritas utang independen sebagai lawan dari lembaga pemberi pinjaman seperti IMF yang dapat memimpin restrukturisasi dengan cara yang tepat waktu dan efektif," ujar Guzman.

Bersama dengan pemulihan yang tidak merata dari COVID-19, lonjakan harga pangan dan energi serta depresiasi mata uang yang meluas, perang di Ukraina menambah tekanan bagi lingkungan yang sudah tidak bersahabat bagi negara-negara berkembang yang terlilit utang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas