Info dari Luhut soal Kereta Cepat: Beroperasi Agustus hingga Cost Overrun 1,2 Miliar Dolar AS
Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sejumlah update terbaru terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Biaya Bengkak di Angka 1,2 Miliar Dolar AS
Luhut Binsar Pandjaitan memastikan, biaya pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan biaya, alias Cost Overrun di angka 1,2 miliar dolar AS.
Hitung-hitungan tersebut telah disepakati oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Badan Usaha Milik Negara Indonesia (BUMN) dan konsorsium perusahaan perkeretaapian China.
"Tim teknis kedua negara sudah menyepakati angka Cost Overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS," ucap Menko Luhut.
"Itu hasil audit kita, hasil dari mereka pembicaraan detail dari dua belah pihak angkanya 1,2 miliar dolar AS," sambungnya.
Negosiasi Bunga Pinjaman Terus Berlanjut
Dalam kesempatan tersebut Luhut juga mengatakan, pihaknya masih terus membahas negosiasi bunga dan tenor pinjaman.
Ia menargetkan, bunga pinjaman dapat disepakati di angka 2 persen.
"Terkait pinjaman pembiayaan cost overrun, kami sedang finalkan negosiasi mengenai suku bunga. Suku bunga sudah turun dari 4 persen, kita masih ingin lebih rendah lagi. ya kita lihat nanti," paparnya.
Luhut juga memastikan bahwa Indonesia sanggup membayar pokok dan bunga pinjaman dari China Development Bank (CDB) yang disepakati senilai 560 juta dolar AS.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan, bengkaknya nilai tersebut bukan disebabkan adanya praktik korupsi di dalamnya.
Melainkan adanya pembengkakan biaya di berbagai komponen.
Diketahui, pada saat Covid-19 mengalami peningkatan kasus, rantai pasok sejumlah komoditas turut terdampak. Dan juga mempengaruhi harga-harga material.
"Jangan diputar balikan juga seakan-akan cost overrun ada korupsinya. Ingat, apapun yang terjadi pada saat Covid-19, itu kan tetap pembangunan harus dijalankan, itu tidak bisa maksimal, dan pasti sudah ada cost (yang bengkak)," ucap Erick saat ditemui di Gedung Parlemen Jakarta, (13/2/2023).
"Lalu pada saat Covid-19, supply chain juga terganggu. Artinya harga-harga komoditas tinggi, termasuk besi. Nah itu ada masuk di komponen costoverrun," lanjutnya.