Indonesia dan Beberapa Negara Perluas Dedolarisasi, Apa Untungnya Bagi RI?
Sejak memulai kerja sama LCT atau LCS pada 2018 hingga Maret 2023, terdapat total transaksi setara dengan 10,10 miliar dolar AS.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Lebih lanjut, China juga turut menggelar kesepakatan dengan Brasil agar keduanya tidak lagi menggunakan dolar AS sebagai alat transaksi perdagangan.
Sebagai gantinya China dan Brasil akan beralih menggunakan mata uang mereka sendiri, yakni yuan dan real untuk perdagangan dan transaksi keuangan internasional
"Harapannya adalah ini akan mengurangi biaya, mempromosikan perdagangan bilateral yang lebih besar dan memfasilitasi investasi," kata Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Brasil (ApexBrasil) dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari AFP.
Imbas kesepakatan ini nilai mata uang AS dalam perdagangan global diproyeksi merugi lebih dari 171,49 miliar dolar.
2. Arab Saudi
Dedolarisasi juga mengemuka di Arab Saudi, sejak enam tahun terakhir. Arab Saudi dilaporkan mulai berkomitmen untuk meninggalkan ketergantungan pada dolar AS.
Wacana tersebut terealisasi lewat perjanjian kontrak Saudi Aramco dengan raksasa migas asal China. Dengan kesepakatan itu nantinya transaksi penjualan minyak yang biasa menggunakan mata uang dolar dapat berganti menjadi riyal Saudi.
Akibat kebijakan yang dirilis Arab Saudi, permintaan dolar AS diperkirakan tergerus lebih dari 10 miliar dolar AS.
3. Eropa
Sejumlah negara besar di Eropa dilaporkan mulai melakukan dedolarisasi, berdasarkan data Atlantic Council selama periode 1999 hingga 2019, penggunaan dolar AS di kawasan Eropa hanya 23,1 persen saja.
Hal ini lantaran Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, dan Belanda mulai beralih menggunakan mata uang euro untuk melangsungkan transaksi perdagangan internasional. Hingga dominasi euro dalam perdagangan Eropa naik 66,1 persen.
4. Iran
Pemerintah Iran memutuskan untuk meninggalkan mata uang dolar dan euro dalam perdagangan internasionalnya, hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Iran, Shamseddin Hosseini pada 2013.
Keputusan ini diambil sebagai langkah balasan atas sanksi yang dijatuhkan AS kepada pemerintah Iran akibat kepemilikan bubuk nuklir yang melebihi batas aman.